Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Aku Percaya Walau Aku Tidak Mengerti

Oleh: Prita Atria Karyadi

Aku tahu hidup ini memiliki masa di mana setiap masa tersebut terdapat musimnya masing-masing. Masa saat kita masih sekolah, kita memiliki musim untuk sibuk mengerjakan tugas, belajar, dan bersahabat. Ketika kita sudah melewatinya, masuklah masa yang baru. Masa itu adalah masa perkuliahan atau pekerjaan di mana kita mulai sibuk memikirkan dan mempersiapkan masa depan. Apakah masa depan itu? Seperti apakah masa depan yang selalu kita pikirkan dan kita nantikan itu? Bagai menyentuh angin yang sekadar bisa merasakan dinginnya, bagai berjalan di bawah terik matahari dan merasakan panasnya, seperti itukah masa depan? Seperti waktu yang silih berlalu. Seperti waktu yang sudah dicapai, lalu berganti lagi. Namun, mengapa rasanya sulit sekali membangun masa depan itu?

Gambar: iman

Sulit sekali untuk menentukan pilihan dan keputusan saat rasanya kedewasaan selalu dituntut untuk memimpin. Kadang, aku ragu dengan diriku sendiri. Kenapa? Kenapa masa ini membuat aku ragu? Sedangkan sejauh masa-masa lain yang sudah aku tempuh, aku mampu menang melewatinya? Oh, aku khawatir. Aku khawatir aku tidak berhasil. Aku khawatir mimpiku tidak tercapai. Aku khawatir tidak disukai banyak orang. Aku mengkhawatirkan masa depanku yang sungguh tidak pasti. Namun, setiap kali aku meletakkan kaki di setiap langkahku, ada kata "sabar" yang selalu diingat. Ada kata, kau pasti bisa melaluinya yang selalu berdering di hatiku. Lagi dan lagi, aku harus berjuang dan berkorban untuk masa depan itu. Lagi dan lagi, aku harus menitihkan air mata untuk menanti waktu yang terbaik untuk diriku. Sampai 'kudapati satu ayat yang menyinggungku: "Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan, dan apakah masa depanku, sehingga aku harus bersabar?" – Ayub 6:11

Dilematik kehidupan yang selalu membuat kita gundah, tidak ada arah, gelisah, dan khawatir menggodaku apakah aku harus percaya kepada-Nya? Kemanakah Hadir-Nya pada saat semua terasa redup tak bercahaya, di manakah aku harus berseru, seperti apakah keberhasilan yang mampu aku raih saat aku menang melewati masa ini? Semakin aku bertanya, semakin aku menemukan jawaban. Bahwa, saat inilah. Saat di mana aku harus tetap yakin kalau Tuhan akan memberikan yang terbaik bagiku. Ternyata, godaan itulah yang membuat aku "beriman". "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" – Ibrani 11:3.

Semakin aku merasa tidak ada harapan, hidup terasa buram, cahaya tidak pernah terang di titik mana pun. Saat itulah, aku beriman bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagiku, anak-Nya. Saat itulah, aku percaya bahwa Tuhanlah satu satunya sumber harapanku. Saat itulah, aku yakin bahwa hidupku sepenuhnya ada di bawah kehendak-Nya, semua jalan hidupku dipertimbangkan dan diatur sedemikian rupa oleh-Nya. "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" – Matius 14:31. Mungkin Tuhan bertanya kepadaku seperti itu, dan di ayat itu pun Tuhan berkata, "Hai orang yang kurang percaya." Mungkin selama ini kita kurang percaya sehingga kita mudah bimbang. Badai hidup ini mengajarkanku, semakin aku tidak tahu apa masa depanku, bagaimana semuanya akan terjadi, dan seperti apa rupanya masa depan itu. Semakin aku harus percaya bahwa Tuhanlah yang memegang hidupku. Aku percaya, Tuhan. Walaupun aku tidak mengerti. Aku percaya, Tuhan. Walaupun aku sungguh tidak tahu apa yang Kau rencanakan kepadaku. Aku percaya, Tuhan. "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal" – Ayub 42:2

Persoalan hidup ini membuatku semakin menyadari bahwa hidup ini adalah tentang sejauh mana kita tetap yakin dan percaya kalau Tuhan memegang kendali hidup kita dan akan memberikan yang terbaik untuk kita. Walaupun kita diterpa badai kehidupan yang membuat kita perih dan terluka, tetapi percayalah: "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir" – Pengkhotbah 3:11

Aku sebagai manusia menyerah untuk menyelami pekerjaan yang Kau lakukan Tuhan dari awal sampai akhir. Sedikitpun tidak bisa 'kubayangkan dan prediksikan apa pun yang akan Kau lakukan dalam hidupku, dan aku menyerah mengikuti pengertianku sendiri. Tuhan, mohon, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" – Mazmur 90:12. Amin.

Komentar