Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Anak, Buah Hati Orang Tua

"Anak cucu adalah mahkota orang-orang tua, dan kemuliaan anak-anak adalah ayah mereka." (Amsal 17:6, AYT)

Seorang wanita kaya bersaksi mengenai pergumulannya.

"Kami telah lama menikah. Saya dan suami ingin sekali memunyai anak. Tidak lama kemudian lahirlah putra kami, tetapi dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Padahal, hanya dialah anak kami. Suami saya menghibur saya, katanya, 'Mungkin Tuhan punya rencana lain untuk kita. Tidak apa-apa kalau kita tidak punya anak. Saya akan tetap mengasihi dirimu dan akan terus mendampingi kamu.'"

Gambar: anak

Pergumulan ini sangat menyesakkan dada. Ketika saya melihat beberapa wanita tunawisma sedang mengais-ngais sisa makanan serta barang bekas di tempat sampah, sambil menggendong serta menyusui anaknya, terlintas dalam benak saya mengapa Tuhan tidak mengizinkan saya memunyai anak, padahal saya mampu memberikan apa yang terbaik bagi anak saya -- baik keperluan maupun pendidikan. Saya pasti akan membesarkan dia dengan kasih sayang. Saya sama sekali tidak mengerti maksud Tuhan.

Kita akui bahwa kita pun tidak mengerti apa sebabnya Tuhan tidak memberikan anak kepada pasangan yang kaya raya serta berpendidikan itu, sedangkan orang-orang yang tampak tidak mampu dari segi ekonomi maupun segi persiapan menjadi orangtua yang baik, seakan-akan mendapat karunia itu dengan limpah. Banyak pula orang yang dengan sadar menyia-nyiakan anak-anak mereka sekalipun mereka orang mampu.

Dari media massa kita banyak mendengar, membaca, atau melihat perbuatan orangtua yang sangat keji dan menyedihkan terhadap anak-anak mereka. Mereka sama sekali tidak mengikuti perkembangan anak mereka. Sikap mereka kurang peduli, tidak bijak, pilih kasih, menyibukkan diri, membiarkan anak-anak berbuat sesukanya, membiarkan pembantu mengurus segala keperluan anak, serta tidak ada usaha memenuhi kebutuhan anak berkenaan dengan kejiwaan dan kerohaniannya, walau mungkin berlimpah secara jasmani.

Orangtua juga sering menjadikan anak sebagai pelampiasan kemarahan dan kejengkelan. Bahkan, sekarang ini banyak terjadi pelecehan seksual yang justru dilakukan oleh kerabat dekat sendiri. Banyak lagi jenis kesalahan orangtua terhadap anak-anaknya, yang mengakibatkan kekacauan dalam keluarga, guncangan terhadap semangat hidup dan keseimbangan jiwa anak, pemberontakan, kebencian, putus asa, dan perbuatan kriminal lainnya pada anak-anak.

Mungkin, Anda tidak termasuk orangtua yang sikapnya begitu memprihatinkan. Bersyukurlah karena Anda mau bertanggung jawab atas "titipan Tuhan itu" -- anak-anak Anda.

Seorang ibu yang telah mempunyai empat orang putri yang cantik-cantik mendambakan seorang putra. Alasannya, "Untuk menjadi teman bagi suami". Lahirlah anaknya yang kelima. Ternyata, perempuan lagi!

Kepada semua orang yang mengunjungi dia di rumah bersalin, ia menangis menyesali "ketidakberuntungannya". Ada banyak orang yang menghibur dia. Ada yang menyatakan bahwa itu kepercayaan khusus yang diserahkan Tuhan kepada keluarganya. Juga ada yang mengingatkan betapa bahagianya memunyai anak perempuan, karena biasanya anak perempuan kelak tetap akan peduli pada orang tuanya. Sebaliknya, anak laki-laki sering menjauh karena pengaruh istrinya.

Betapa sulit menerima anak yang bukan menurut rencana Anda, seakan-akan anak itu ditolak. Kehadirannya tidak diinginkan. Meskipun akhirnya anak itu diterima di dalam keluarga, biasanya ia tetap mempunyai perasaan tidak akan pernah dapat menyenangkan hati orangtuanya.

Orangtua sering tidak menyadari bahwa Tuhan telah memilih mereka atas pertimbangan-Nya sendiri yang mahasempurna. Tuhan tahu benar siapa yang akan dipercayai-Nya. Apabila orangtua tidak memenuhi tanggung jawabnya terhadap Tuhan, Dialah yang akan membela anak itu. Namun, orangtua itu sendiri tidak akan luput dari berurusan dengan Tuhan.

Banyak orangtua merasa tidak sanggup memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Mereka menjadi sedih, bahkan sakit karena sangat memikirkan tanggung jawab yang begitu besar. Bukankah Tuhan yang mengaruniakan anak itu?

Sesungguhnya Tuhan menghendaki agar kita melakukan yang terbaik, sebatas kemampuan kita. Selebihnya Tuhan sendiri akan turun tangan untuk menolong kita, bila kita datang kepada-Nya dengan rendah hati, mengakui keterbatasan kita, dan minta bimbingan dan berkat-Nya. Kita perlu mengakui di hadapan Tuhan bahwa, anak-anak itu adalah anak-anak-Nya yang dipercayakan ke dalam pemeliharaan serta perawatan kita.

Mata Tuhan tidak pernah tidak melihat apa yang kita -- sebagai orangtua lakukan terhadap anak-anak kita. Kita kelak akan dimintai pertanggungjawaban untuk semua yang telah kita lakukan terhadap mereka.

Ada pula anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua angkat, karena satu dan lain hal. Pengalaman sebagai anak angkat sering menjadi suatu kesedihan bagi si anak ketika ia mengetahuinya.

Seorang anak sekolah dasar kelas 5, merasa malu dan ingin bunuh diri ketika ia diejek temannya yang mengatakan bahwa ia sebenarnya anak pungut. Ia tidak mau keluar dari kolong ranjang dan menangis minta dipulangkan kepada orangtuanya. Dengan sangat sedih, orang tua angkat yang sangat mengasihi dia dan telah memeliharanya sejak bayi itu, membawanya menemui orang tuanya dan meninggalkan dia di situ bersama 7 orang saudara kandungnya, dalam sebuah rumah sangat sederhana dengan keadaan ekonomi yang sangat memprihatinkan.

Sesungguhnya Tuhan menghendaki agar kita melakukan yang terbaik, sebatas kemampuan kita. Selebihnya Tuhan sendiri akan turun tangan untuk menolong kita, bila kita datang kepada-Nya dengan rendah hati, mengakui keterbatasan kita, dan minta bimbingan dan berkat-Nya.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Anak itu suatu hari menulis surat kepada orangtua angkatnya. Ia menyatakan ingin kembali. Dengan penuh sukacita orangtua angkatnya itu menerima dia lagi.

Pernah ada pernyataan dari seorang anak angkat yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang, dan diberitahu bahwa ibu kandungnya memberikan dia kepada mereka karena kasih, dan mereka menerima dia sebagai karunia Tuhan. Anak itu menjadi besar tanpa kebencian kepada ibu kandungnya yang tidak mampu membesarkan dia karena kesulitan besar yang dialaminya.

Sesudah ia sendiri mempunyai anak, ia mendapat kesempatan untuk bertemu dengan ibu kandungnya. Di situ ia mengucapkan terima kasih atas keputusan sang ibu yang begitu berani menyerahkan anaknya ke tangan orang lain, yang ternyata dapat memeliharanya dengan lebih baik. Bukankah indah hubungan orangtua dan anak seperti itu, sekalipun ia bukan anak yang dilahirkan sendiri?

Tuhan melengkapi kita dengan kasih yang menjadi penghubung, bahkan pengikat antara kita dengan Allah dan dengan sesama manusia. Bukankah kasih itu juga menghubungkan kita dengan anak-anak kita, selain dengan suami atau istri kita dan orangtua kita? Betapa indahnya orang tua yang menyadari bahwa mereka dapat mengasihi anak-anak mereka sebagaimana adanya. Terlebih lagi, mereka itu daging dan darah mereka sendiri.

Direncanakan ataupun tidak, anak-anak semestinya menjadi kebanggaan orangtua, cermin dari apa yang telah dilakukan orang tua terhadap mereka, dari sejak dikandung sampai menjadi dewasa. Anak-anak kita membawa trade mark atau ciri-ciri diri kita, akibat pengaruh yang kita berikan kepada mereka.

Pandanglah anak-anak Anda. Apakah akibat pengaruh Anda kepada mereka? Siapkah Anda untuk memberikan pertanggungjawaban kepada Tuhan atas kepercayaan-Nya kepada Anda mengenai anak-anak itu? Sudahkah Anda membesarkan mereka dengan benar dan melakukan yang terbaik bagi mereka? Apakah Anda mendidik mereka di dalam takut akan Tuhan?

Barangkali masih ada kesempatan untuk memperbaiki bila Anda belum melakukan kewajiban Anda. Mintalah kasih Tuhan agar Anda juga dimampukan untuk mengasihi anak-anak Anda. Dengan demikian, mereka juga akan mengenal kasih yang sesungguhnya.

Diambil dari:
Judul majalah : Kalam Hidup, No.708. Februari 2005
Penulis : MID
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2005
Halaman : 13 -- 16

Download Audio

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar