Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Hana: Depresi yang Terangkatkan

Hana, ibu Nabi Samuel, adalah wanita mandul. Keputusasaannya untuk memiliki anak telah membuatnya mengalami depresi. Dia menangis, kehilangan selera makan, dan merasa patah hati. Walaupun dia memiliki hubungan pernikahan yang penuh cinta kasih dan dukungan, dia tidak dapat menemukan kedamaian. Pada hari raya tahunan di Bait Allah (tempat ibadah orang-orang Yahudi kuno), depresinya tak dapat dia kendalikan. Dia menumpahkan rasa sakit hatinya dalam doa.

"Berilah saya seorang putra, dan saya akan menyerahkannya," dia melakukan penawaran dengan Tuhan. Terisak, terguncang, dan dalam keheningan mengucapkan permohonannya, dia memohon agar Allah tidak melupakan dia dan mengasihani kepedihannya. Perilakunya yang aneh membuat imam-imam berpikir bahwa dia sedang mabuk.

Tetapi Hana menjawab: "Bukan, Tuanku, aku seorang perempuan yang sangat bersusah hati; anggur atau pun minuman yang memabukkan tidak kuminum, melainkan aku mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN. Janganlah anggap hambamu ini seorang perempuan dursila; sebab karena besarnya cemas dan sakit hati aku berbicara demikian lama."

Ayat itu tidak menunjukkan bahwa Hana menerima wahyu khusus dari Tuhan sebagai respons dari permohonannya yang emosional. Eli, sang imam, memberkatinya, tapi hal itu adalah sebuah respons yang biasa atas seorang pemohon; bukan sebuah janji pertolongan. Meskipun demikian, Hana mendapatkan selera makannya kembali dan ekspresinya berubah. Dia tidak tampak sedang depresi lagi ketika pulang ke rumah. Pada waktunya, Samuel pun lahir. Untuk memenuhi janjinya, Hana menyerahkan anaknya yang masih kecil ke rumah ibadah untuk melayani Allah seumur hidupnya, jauh dari dirinya.

Bahkan pada zaman yang maju ini, yang melibatkan ilmu pengetahuan dalam hal kesuburan, wanita yang tidak subur masih memohon kepada Tuhan agar memiliki anak. Mereka bisa melihat penderitaan Hana. Tapi bagaimana jika Tuhan menjawab doa mereka dengan lebih banyak penantian dan antisipasi, tidak dengan seorang anak? Apakah ini berarti mereka salah menerapkan permohonan Hana dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan? Apakah mereka dihukum dengan merasakan ketidakpuasan dan depresi? Apakah itu yang pesan yang tersirat dari kisah Hana? Bagaimana tawar-menawar dengan Tuhan?

Hana adalah seorang manusia. Seperti saya, dia sedang kacau balau! Adalah kesalahpahaman jika ada anggapan bahwa semua yang dia lakukan dalam kisah itu benar. Ia bersalah dalam masa-masa sulitnya, ia melakukan tawar-menawar dengan Tuhan dan menjadikannya doa iman. Kita pun demikian, kita berpikir bahwa jalan keluar dari depresi kita adalah mendapatkan apa yang kita inginkan! Bukankah dengan cara tersebut depresi Hana terangkat? Kita bisa meratapi apa yang tidak kita miliki; menyia-nyiakan kehidupan yang penuh sukacita dan berbuah dengan melakukan tawar-menawar yang penuh ratap dengan Yang Maha Kuasa.

Saat kita berpikir bahwa kunci keberhasilan Hana adalah negosiasinya dalam doa, kita tidak menangkap kekuatannya yang sebenarnya -- imannya ketika dia kembali ke rumah dengan perubahan sikap, masih menantikan jawaban dari Tuhan. Dia pulang ke rumah dengan ketetapan hati untuk menerima apa pun jawaban Tuhan. Dia merasa tenteram karena dia percaya akan kerinduan hatinya yang paling natural kepada kasih Bapa. Hal itu terbukti ketika dia membawa Samuel ke rumah ibadah dan meninggalkannya untuk melayani di sana. Dia bersukacita! Dia meninggalkan putranya, namun ia bahagia. Depresinya tidak kembali! Dia telah belajar bahwa Allah turut campur betapa pun gelapnya situasi yang ada.

Hana berjuang melawan depresi karena dia tidak dapat memiliki anak, tapi dia telah mengalahkan depresinya bahkan sebelum Allah memberinya seorang anak. (t/Yohanna)

Diterjemahkan dan disesuaikan dari:

Nama situs : The Happy Surprise
Judul asli artikel : Hannah: Depression lifted
Penulis : Kbonikowsky
Alamat URL : http://kbonikowsky.wordpress.com/2008/04/18/hannah-depression-lifted/
Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 

Komentar