Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

WOMEN TO WOMEN -- A MINISTRY OF OPEN DOORS

Seorang Wanita Dihukum Cambuk di Depan Ratusan Orang karena Menjadi Kristen

Seorang warga Somalia yang berpindah agama menjadi Kristen diarak bersamaan dengan hiruk pikuk massa yang meneriakkan hukuman cambuk di depan masyarakat umum pada bulan lalu atas sanksi karena ia telah memeluk agama "asing".

Pernahkah terbayangkan oleh kita serta bertanya dalam hati bagaimana rasanya menjadi seorang wanita, istri, dan ibu, yang percaya pada Kristus, tetapi berlatar belakang kaum SALAM? Sudah tentu itu akan mengandung bahaya bagi semua anggota keluarga.

Peristiwa yang pernah menimpa Kemi, ibu dari Lima, telah meninggalkan kesedihan yang mendalam. Berawal pada tahun 2011, ketika sekelompok ekstremis yang tidak rela menerima hasil akhir dari pemilihan umum yang telah berlangsung di kota Jos. Mereka melakukan tindakan anarkis dengan membunuh orang Kristen dan menghancurkan semua bangunan dan harta benda mereka. Dalam peristiwa itu, Kemi sekeluarga tidak dapat melarikan diri. Para pesuruh datang menghancurkan segala kepunyaannya.

Pemerintah Amerika tidak yakin Saeed Abedini akan dapat dibebaskan dari penjara Iran.

PBB menyatakan bahwa lebih dari 70.000 orang telah menjadi korban jiwa dalam kemelut yang melanda Suriah selama dua tahun terakhir ini. Banyak orang Kristen menjadi martir karena imannya kepada Kristus. Berikut ini kesaksian Katia, seorang wanita Kristen Suriah yang masih bertahan di negaranya.

Begitu pintu terbuka, jam mulai berdetak. Rekan OD (Open Doors), Sun-Hi, selalu sadar akan waktu. Dia terus-menerus sibuk menemui pengungsi Korea Utara di China. Salah seorang yang ditemuinya telah menunjukkan minat kepada iman Kristen, tetapi dia hanya memiliki 48 jam sebelum ia harus pergi ke orang berikutnya. Dua hari yang dapat mengubah hidup mereka dan menentukan apakah gereja Korea Utara dapat menyambut anggota baru, atau akan hilang untuk selamanya.

Mavluda (nama samaran) mengenal Kristus dan menjadi pengikut-Nya lebih dari dua tahun lalu sejak ia masih tinggal di kampung halamannya di Tajikistan. Awalnya, semua berjalan dengan baik. Suami Mavluda mengizinkannya beribadah setiap minggu di gereja setempat. Akan tetapi, setelah beberapa lama, suaminya mengubah pendiriannya dan melarang Mavluda beribadah di gereja.