Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Membuahkan Masa Lalu

Orang yang lanjut usianya atau lansia sudah tidak punya masa depan. Rupanya Anda kurang menyetujui pernyataan itu. Baiklah, mari kita lihat duduk perkaranya.

Masa depan adalah deretan cita-cita dan target. Orang mempersiapkan diri dengan langkah jangka pendek dan jangka panjang demi terwujudnya cita-cita itu. Seorang murid SD patut punya target.

Gambar: Lansia

Akan tetapi, apakah itu realistis untuk lansia? Masa Tante masih punya cita-cita jadi dokter misionaris di pedalaman Afrika? Apa Tante tahan sekolah lagi bertahun-tahun di kedokteran? Apa Tante sanggup naik gajah keluar masuk hutan Afrika? Apa Tante mau tidur bareng gajah di bawah pohon? Tante, yang bener aja!

Kita tidak punya masa depan. Meskipun begitu kita punya sesuatu yang lebih berharga daripada masa depan, yaitu masa lalu. Mengapa lebih berharga? Karena masa depan masih berupa kemungkinan, sedangkan masa lalu adalah kemungkinan yang sudah berubah menjadi kenyataan.

Rupanya Anda masih kurang setuju dengan pernyataan bahwa kita tidak punya masa depan. Anda betul, kita pun masih punya masa depan. Akan tetapi, coba bandingkan. Masa depan kita jauh lebih pendek dari pada masa lalu. Masa lalu kita sudah 60 atau 80 tahun, padahal masa depan tidak sepanjang itu.

Anak kecil punya masa depan, namun tidak punya masa lalu. Sebaliknya, kita tidak punya masa depan namun punya masa lalu. Masa lalu adalah aset yang berharga untuk kita.

Soalnya, apa yang mau kita perbuat dengan aset itu? Ada beberapa pilihan bagaimana kita menyikapi masa lalu.

Pertama, mencueki masa lalu. Kita tidak mau berpikir tentang masa lalu. Kita tidak tahu mau diapakan masa lalu itu. Kita berkata, "Mau diapakan lagi? Yang sudah ya sudah!"

Kedua, menyembunyikan masa lalu. Mungkin kita malu karena pernah terjadi aib menimpa kita. Atau mungkin dulu kita miskin. Orang lain tidak boleh tahu masa lalu kita. Seperti kacang lupa kulit, kita menyangkal asal-usul kita.

Ketiga, menyesali masa lalu. Kita dulu telah menyia-nyiakan kesempatan. Atau kita telah membuat keputusan keliru. Atau kita merasa bersalah.

Keempat, membenci masa lalu. Mungkin kita dulu diperlakukan kejam. Kita merasa diri korban ketidakadilan. Akibatnya kita sengaja melupakan masa lalu. Semua potret dan kenangan kita buang.

Kelima, mendewakan masa lalu. Dulu kita hidup dalam kemudahan. Kita dimanja. Tidak ada kesusahan. Alangkah enaknya kalau bisa kembali ke tempo dulu.

Keenam, mensyukuri masa lalu. Apa pun yang telah terjadi, namun kita sudah melewatinya dengan selamat. Kini tinggal bersantai. Kita mensyukurinya.

Ketujuh, membuahkan masa lalu. Kita mengintegrasikan apa yang dulu terjadi dengan apa yang sekarang bisa kita lakukan. Kita memetik hikmah dari suka duka masa lalu. Kita menjadikan masa lalu berguna baik untuk kita sendiri maupun orang lain dan generasi berikutnya.

Agaknya, membuahkan masa lalu itulah yang dimaksud oleh Musa ketika ia berpisah dan berpesan kepada umat, "Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu itu ..." (Ul. 4:9). Perhatikan verba terakhir, yaitu "beritahukanlah".

Salah satu unsur PAK (Pendidikan Agama Kristen), dalam hal ini PAK Lansia dan PAK Kepribadian adalah menolong lansia untuk menjalani tahap generatif sesuai dengan delapan perkembangan kepribadian teori Erikson. Generatif berarti mewariskan teladan dan nilai-nilai hidup kepada generasi berikut (lih. bab "Perkembangan Kepribadian" di buku Selamat Berkembang).

Di sini nampak pentingnya pelayanan PAK dengan lansia. Namun, agak disayangkan bahwa kebanyakan program gereja dengan lansia hanya sebatas menghibur dan menguatkan iman. Itu tentu penting namun tugas gereja lebih dari cuma itu. Lansia juga membutuhkan pelayanan yang bersifat mendidik.

Kelemahan itu mungkin disebabkan karena sekolah-sekolah teologi kurang membekali pendeta dengan pengetahuan mengajar dan mendidik. Akibatnya banyak pendeta mengira bahwa PAK hanya menyangkut anak kecil, padahal PAK mencakup semua golongan usia dan meliput berbagai bidang seperti PAK Lingkungan Hidup, PAK Kemajemukan, PAK Kedamaian, dan sebagainya.

Salah satu tujuan PAK Lansia adalah menolong lansia untuk bukan hanya mensyukuri melainkan juga membuahkan masa lalu. Lansia manakah yang mampu berbuat begitu? Tiap lansia! Kakek yang buta huruf pun mampu membuahkan masa lalunya. Tadi sudah dijelaskan bahwa generatifitas berarti mewariskan teladan dan nilai-nilai hidup yang luhur. Tanpa kecuali, tiap lansia bisa berbuat itu.

Tentu tiap individu mempunyai cara dan kecakapan yang berbeda dalam menceritakan nilai-nilai hidupnya. Tidak ada ukuran tunggal. Ada yang menceritakan perjuangannya mencari sesuap nasi untuk anak-anak yang masih kecil. Ada yang mewariskan keuletan dan ketangguhan. Ada yang menurunkan kepintaran membuat sesuatu, atau lainnya.

Cara yang saya pilih adalah menulis Seri Selamat. Seri Selamat adalah buah integrasi masa lalu dengan masa kini saya. Apa yang dulu saya alami dipadu dengan apa yang sekarang saya imani.

Ambillah contoh tentang dongeng. Dalam Seri Selamat terdapat banyak dongeng Tolstoy, Andersen, Dickens, dan lainnya. Semua cerita itu dulu bacaan di perpustakaan SD. Akan tetapi, sebagai anak SD saya hanya bisa membaca dalam arti menikmati sensasinya. Ketika itu mustahil saya bisa mengolah abstraksi, simbolisasi, dan karakterisasi cerita. Sekarang saya mengolahnya sebagai pewarisan nilai-nilai hidup.

Menulis Seri Selamat bagi saya adalah berdamai dengan masa lalu. Artinya, saya tidak menyembunyikan, membenci dan menyesali masa lalu meskipun dulu saya loper koran, anak diakoni GKI Kebon Jati dan murid miskin yang uang sekolahnya dibebaskan oleh BPK Penabur. Saya menggali hikmah dari semua yang dulu dirasakan dan membuahkannya dalam bentuk Seri Selamat. Orang bisa menulis buku bukan karena punya masa depan, melainkan karena punya masa lalu.

Oleh karena itu sekarang tiap subuh saya menulis. Apa saya punya target? Sama sekali tidak! Pokoknya tiap hari menulis.

Semoga kini Anda menyetujui pernyataan pada awal tulisan ini bahwa yang dipunyai lansia bukan masa depan melainkan masa lalu. Bukankah justru masa lalu itu yang lebih berguna?

Diambil dari:
Judul Artikel : Membuahkan Masa Lalu
Judul Buku : Selamat Berbuah
Penulis Buku : Andar Ismail
Hal : 57 -- 60
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta

Tipe Bahan: 
kategori: 

Komentar