Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Menikah... Perlukah?

Untuk Anda yang sedang bimbang di luar gerbang pernikahan.

Dahulu, ada orang yang mengatakan bahwa pernikahan itu seperti sebuah benteng. Yang berada di dalam ingin keluar, tetapi yang berada di luar justru ingin masuk. Tampaknya, pendapat itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini karena banyak orang yang berada di luar ragu-ragu atau bahkan sama sekali tidak berkeinginan untuk masuk! Jika Anda termasuk salah satu dari orang-orang seperti ini, marilah kita bertukar pikiran.

Gambar: pernikahan

Ada seorang wanita Kristen yang harus menanggung kehidupan keluarganya. Dia adalah seorang yang penuh pengertian dan baik hati. Ia mengharapkan Allah akan memberinya sebuah pernikahan yang juga dapat menerima keluarganya. Setelah berdoa beberapa tahun, Tuhan mengabulkan doanya. Keluarga suaminya sangat mengasihinya dan dapat menerima keluarganya.

Seorang pria Kristen selalu khawatir kalau-kalau keluarganya yang belum percaya Tuhan melarangnya menikah dengan seorang wanita yang seiman pula. Maka, ia berdoa agar Allah memberinya pasangan yang dapat diterima oleh keluarganya. Setelah berdoa beberapa tahun, Tuhan juga mengabulkan doanya. Ia menikah dengan seorang wanita percaya dan Tuhan juga membuat keluarganya dapat menerima dan mengasihi pasangannya.

Saudara seiman yang lain mengharapkan akan mendapatkan pasangan yang seiman. Walaupun demikian, oleh banyak orang keinginannya ini dianggap sebagai suatu keinginan yang sulit. Akan tetapi, setelah berdoa beberapa tahun, sekarang setiap orang dapat melihatnya berbahagia bersama pasangannya yang seiman sehingga mereka juga turut bersukacita.

Jika saya bertanya kepada Anda, "Menurut Anda, apakah mereka akan seterusnya berbahagia?" Mungkin Anda akan menjawab, "Mereka tentu masih akan menghadapi pahit manisnya kehidupan!" Namun bukankah memang untuk itulah seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan Allah dalam suatu pernikahan, yaitu agar mereka dapat menghadapi pahit manisnya kehidupan ini bersama-sama? Bila sekarang Anda masih sendiri, Anda juga tetap harus menghadapi pahit manisnya kehidupan ini, jadi apa bedanya? Mengapa Anda tidak berani maju dan melangkah masuk ke dalam gerbang pernikahan? Sebenarnya apa alasannya?

Mungkin Anda berpendapat bahwa hidup lajang itu lebih baik, lebih bebas, dan kalau mencuci pakaian pun hanya pakaian 1 orang. Jika menikah, mungkin Anda akan mencuci lebih banyak pakaian. Bila Anda masih lajang, Anda bebas memencet pasta gigi sesuka Anda, tetapi bila Anda sudah menikah, mungkin pasangan Anda akan marah hanya gara-gara Anda salah memencet pasta gigi. Saya tidak memungkiri adanya kemungkinan seperti itu. Akan tetapi, saat Anda yang masih lajang pulang ke rumah, semua pahit manisnya kehidupan harus Anda tanggung sendiri. Ketika Anda masih muda, mungkin Anda masih dapat menanggungnya; Anda masih dapat pergi ke segala tempat yang Anda suka, mengobrol dan pergi dengan beberapa teman, masih memiliki kesehatan yang baik, dan lain-lain. Namun ketika usia Anda semakin bertambah, kesepian dan kesusahan hidup akan menjadi suatu hal yang tidak lagi mudah Anda tanggung sendiri. Kesehatan Anda mulai menurun dan Anda tidak bisa lagi makan atau minum sesuka Anda. Tubuh Anda mulai kurang sehat, sulit untuk pergi ke tempat-tempat yang Anda suka, tidak bisa lagi tidur nyenyak, teman-teman juga sudah sibuk dengan kehidupan keluarga masing-masing, dan lain-lain.

Makna pernikahan adalah saling mengasihi dan bertumbuh bersama, sama-sama mengejar cita-cita, saling berbagi sukacita, menjalankan kewajiban, dan yang terpenting adalah menikmati kebaikan dan rahasia pernikahan (Efesus 5:22-33), berjalan bersama Tuhan.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Jadi apakah orang yang memilih untuk menikah pasti akan bahagia? Tidak juga! Karena banyak juga pernikahan yang tidak bahagia dan sering diwarnai dengan banyak perselisihan. Namun apakah dengan melarikan diri dari pernikahan, Anda dapat menghindari kesulitan-kesulitan hidup?

Mana yang Lebih Baik, Lajang atau Menikah?

Apakah lajang itu pasti baik? Apakah tidak ada yang dikhawatirkan itu identik dengan bahagia? Kehidupan seseorang mungkin tidak selamanya baik, namun apakah dengan memilih hidup seorang diri, Anda pasti bahagia?

Apa yang Anda takuti? Kehilangan kebebasan? Yakinkah Anda bahwa dengan melajang Anda pasti memiliki kebebasan? Atau Anda mengira bahwa pasangan Anda yang berikutnya pasti akan lebih baik daripada yang sekarang? Apakah Anda masih tenggelam dalam penyesalan karena kehilangan kekasih Anda yang dahulu? Mungkin juga Anda terpengaruh oleh media massa, takut kalau apa yang terjadi pada orang lain juga akan terjadi pada diri Anda? Atau Anda takut tidak dapat menjadi pasangan yang sempurna?

Banyak orang pada zaman sekarang yang hidupnya "berbahagia namun tidak bersukacita", "berhasil tetapi tidak merasakannya", atau "tidak pernah merasa puas dan dapat disebut sebagai orang yang tamak". Ada dua insan yang hidup bersama di bawah satu atap tetapi belum juga menikah; ada yang sudah menjadi seorang ibu tetapi tidak mau atau belum menikah; ada suami istri yang tinggal di kota atau negara yang berbeda; ada yang sudah menikah tetapi belum mau mempunyai anak, dan sebagainya. Semua yang mengalami hal demikian pasti merasa gelisah. Akan tetapi, janganlah lupa bahwa kita adalah umat Kristen. Kita percaya bahwa pernikahan adalah karunia Allah, sehingga apa pun yang terjadi dalam kehidupan pernikahan kita, Allah pasti akan membantu.

Apakah Anda ingin menikah? Apakah Anda takut untuk menikah? Jika saatnya belum tiba, jangan memaksakan diri! Nikmatilah kebahagiaan sebagai lajang, aturlah kehidupan Anda dengan sebaik-baiknya! Jika saatnya tiba, janganlah menghindar, hadapilah kebahagiaan, dan kesusahan hidup dalam pernikahan. Makna pernikahan adalah saling mengasihi dan bertumbuh bersama, sama-sama mengejar cita-cita, saling berbagi sukacita, menjalankan kewajiban, dan yang terpenting adalah menikmati kebaikan dan rahasia pernikahan (Efesus 5:22-33), berjalan bersama Tuhan. Perbedaan pandangan, ekonomi, fisik, impian, dan sebagainya sering kali dapat memengaruhi hubungan suami istri, sehingga dalam setiap pernikahan pasti ada risiko timbulnya masalah karena hal-hal tersebut. Akan tetapi, pandanglah sekeliling kita, bukankah dalam pergaulan kita sehari-hari dengan teman-teman kita, masalah-masalah seperti ini juga dapat timbul? Dan bagaimanakah sebaiknya kita menghadapinya?

Berjalan Bersama Tuhan

Saya kira, Anda yang masih lajang tentu tidak luput dari rasa takut untuk menikah, tetapi Anda dapat memenangkannya dengan bersandar kepada Allah, sama seperti saudara seiman di atas. Mereka tahu apa yang mereka kejar sehingga akhirnya menerima pemberian Tuhan yang sempurna.

Jika sekarang Anda masih lajang, persiapkanlah diri Anda agar dapat menjadi seorang yang mandiri dan dewasa, memahami diri sendiri, menerima diri sendiri, menyukai diri sendiri, belajar berkomunikasi dengan orang lain, dapat menyesuaikan diri, saling menutupi, penuh pengertian, dan berbuat kebajikan! Maka bila saatnya tiba, Anda akan bersama-sama memetik sukacita dan dapat bertumbuh bersama.

Janganlah takut! Isi hatimu Allah tahu, saatmu pun Ia tahu!

Diambil dari:
Judul buletin : Warta Sejati, Edisi 27/November - Desember 2001
Judul artikel : Menikah ... Perlukah?
Penulis : SS
Penerbit : Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati Pusat Indonesia, Jakarta 2001
Halaman : 37 -- 40

Download Audio

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar