Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Menjadi Ibu Pada Batas Diri Kita

Saya memasuki peran sebagai ibu dengan harapan tertentu. Saya pikir saya akan lebih bahagia daripada saya sebelumnya, dan saya pikir menjadi ibu akan terjadi lebih alami dan mudah. Saya masih senang menjadi seorang ibu, tetapi saya dapat mengatakan bahwa Allah menggunakan peran sebagai ibu untuk mengubah saya -- dan terkadang perubahan itu menyakitkan. Terkadang saya sampai pada batas diri saya sendiri.

Ketika saya pertama kali memiliki anak, saya menumpuk beban yang tidak perlu pada diri saya sendiri, memercayai kebohongan bahwa saya harus melakukan semuanya dan menjadi segalanya (dan sepanjang waktu). Dalam harga diri dan rasa bersalah saya, saya tidak ingin meminta pertolongan. Allah menggunakan kesulitan dalam hal keibuan untuk menunjukkan sikap saya yang mengandalkan diri sendiri dalam menjadi ibu. Semakin banyak anak yang saya miliki, dan semakin sulit perilaku yang muncul dalam diri mereka, semakin sulit saya menjaga topeng kekuatan saya agar tidak terlepas. Ini adalah bagian dari rancangan kasih Allah bagi saya (dan bagi semua ibu).

Bagian dari panggilan kita sebagai ibu adalah merangkul kebergantungan kita pada Allah -- untuk menerima dan mengakui kelemahan kita dan bersandar pada keterbatasan manusiawi kita dengan pertolongan-Nya. Kelemahan kita adalah tempat Kristus bertemu dengan kita dengan kasih karunia, kuasa, dan kekuatan yang lebih besar. Kita menemukan kekuatan sejati, seperti yang dikatakan Rasul Paulus, ketika kita lemah (2 Korintus 12:10). Satu-satunya harapan seorang ibu adalah pada Juru Selamat yang akan cukup bagi kita ketika kita merasa tidak cukup.

Ibu yang Lemah dan Membutuhkan

Gambar:parenting

Ketika Anak Allah datang ke bumi, Dia tidak hanya menunjukkan kepada kita siapa Allah itu, tetapi juga apa artinya menjadi manusia.

Ia membuat diri-Nya tidak memiliki apa-apa dan menghambakan diri sebagai budak untuk menjadi sama dengan rupa manusia. Dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib. (Filipi 2:7-8, AYT)

Dia merangkul keterbatasan umat manusia, termasuk kebutuhan kita untuk beristirahat (Markus 4:38; 6:31-32), sambil mencurahkan diri-Nya demi orang lain sampai kelelahan. Dia lelah karena Dia sepenuhnya manusia. Dia membutuhkan Bapa, jadi kita tidak perlu heran bahwa kita juga membutuhkan Dia. "Pagi-pagi benar, ketika hari masih gelap, Yesus bangun dan pergi ke tempat yang sunyi, lalu Dia berdoa di sana" (Markus 1:35, AYT).

Menjadi manusia berarti bergantung. Menjadi manusia berarti menjadi lemah. Menjadi seorang ibu adalah menjadi manusia yang lemah dan membutuhkan, yang memerlukan kekuatan dari luar dirinya.

Semua yang Lelah

Beberapa beban dan keletihan kita dapat berakar pada kesombongan. Kita pikir kita bisa menjadi seperti Allah dengan cara yang hanya diperuntukkan bagi Allah. Ditambah lagi, banyak dari beban yang kita letakkan pada diri kita sendiri sebagai ibu adalah beban yang tidak seharusnya kita tanggung -- beban yang tidak dibebankan kepada kita oleh hukum Allah, tetapi oleh hukum buatan manusia dalam masyarakat atau ekspektasi yang memberatkan di gereja. Yesus mengundang kita untuk menanggalkan hal-hal itu dan belajar tentang kerendahan hati untuk bergantung kepada-Nya:

Datanglah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, dan Aku akan memberimu kelegaan. Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah dari-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan kamu akan mendapatkan ketenangan dalam jiwamu. (Matius 11:28-29, AYT)

Paulus memberi tahu kita untuk mempelajari pola pikir rendah hati yang sama seperti yang dimiliki Kristus (Filipi 2:5). Kita kembali ke rancangan asli Allah bagi kita sebagai ibu ketika kita mengakui dan menerima kelemahan kita -- bahwa kita membutuhkan seseorang di luar diri kita. Ketika kita mengingat bahwa Dia adalah Pencipta kita, dan bahwa kita adalah ciptaan-Nya, kita akan menemukan ketenangan dalam Dia, bahkan ketika hari-hari kita padat.

Cara Melatih Kebergantungan

Doa adalah salah satu cara praktis untuk mengungkapkan kebergantungan yang rendah hati kepada Allah. Saya sering mengabaikan pertolongan Roh Kudus ketika saya merasa sedih dan lemah atau lelah dalam mengasuh anak. Akan tetapi, tidak datang kepada Allah dalam doa justru semakin melemahkan kita, karena Allah bermaksud menyegarkan dan menguatkan kita melalui doa.

Janganlah khawatir tentang apa pun juga. Namun dalam segala sesuatu nyatakan keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan serta ucapan syukur. Damai sejahtera Allah yang melampaui segala pengertian akan memelihara hati dan pikiranmu di dalam Yesus Kristus. (Filipi 4:6-7, AYT)

Kedamaian dan ketenangan yang kita dambakan sebagai ibu dapat ditemukan ketika kita membawa permintaan dan kebutuhan kita ke hadapan-Nya.

Kita tidak perlu menjadi ibu super yang tangguh dan kuat, tetapi ibu yang rendah hati yang tahu kebutuhan kita akan Dia.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Kita juga dapat mengekspresikan kebergantungan kepada Allah melalui istirahat fisik: menjauh untuk mengumpulkan kembali tenaga, tidur siang, meninggalkan tugas yang belum selesai untuk tidur malam yang nyenyak, berolahraga, melakukan hobi, atau bergabung dengan klub buku atau kelompok belajar Alkitab. Ketika kita meluangkan waktu untuk semua aspek istirahat dalam hidup kita (fisik, spiritual, mental, dan emosional), kita mengatakan, "Saya telah melakukan apa yang saya bisa; sekarang saya menyerahkan apa yang tidak dapat saya lakukan kepada-Mu, Tuhan."

Kebutuhan kita akan istirahat mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, mengelola rumah tangga kita bukanlah tergantung pada kita. Kita harus memercayakan keluarga kita kepada Allah, bukan berusaha mempertahankan kendali sampai pada titik kelelahan. Secara konsisten dan sengaja terlibat dalam kegiatan yang penuh ketenangan adalah tindakan untuk percaya.

Menemukan Dia di Batas Diri Anda

Allah memiliki tujuan bagi kita untuk mencapai batas dari diri kita sendiri. Jika kita selalu merasa kuat dan tegak, kita tidak akan merasakan kebutuhan kita akan Yesus. Seperti himne kuno yang mengatakan, "Tiap jam 'ku memerlukan-Mu." Menjadi ibu bisa membuat kita merasa membutuhkan setiap waktu. Allah secara teratur membawa kita ke tempat ini sehingga kita dapat meletakkan beban kita di hadapan-Nya dan belajar untuk menerima kebergantungan yang rendah hati yang dicontohkan oleh Juru Selamat kita bagi kita.

Jadi, meskipun wajar bagi kita untuk benci terhadap kelemahan kita, mari kita bermegah dalamnya. Mari bersandar pada keterbatasan kita. Allah tahu semua bagian sulit menjadi ibu berada di luar jangkauan kita. Kita tidak perlu menjadi ibu super yang tangguh dan kuat, tetapi ibu yang rendah hati yang tahu kebutuhan kita akan Dia. Kita akan mulai menemukan kedamaian dan ketenangan ketika kita dengan rendah hati mengandalkan kekuatan Roh untuk menolong kita daripada berpikir bahwa semuanya bergantung pada apa yang dapat kita lakukan sebagai ibu. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://www.desiringgod.org/articles/mothering-at-the-end-of-me
Judul asli artikel : Mothering at the End of Me
Penulis artikel : Liz Wann

Komentar