Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Menyiksa Atau Mendisiplinkan Anak?

Pernahkah Anda merasa ragu apakah Anda sedang mendisiplinkan buah hati Anda atau malah sedang menyiksanya? Apakah tindakan Anda tidak berlebihan, atau jangan-jangan Anda telah lalai, dan tanpa sengaja sedang membiarkan anak menjadi seorang "pembangkang kecil"? Berikut beberapa hal yang jangan Anda lakukan dalam menerapkan disiplin pada anak Anda.

1. Kekerasan Fisik

Gambar: Mendisiplin anak

Pukulan yang menyiksa, tamparan, pencambukan, dan hal seram lainnya bukanlah disiplin. Daftar penyiksaan fisik ini seharusnya tidak termasuk dalam proses belajar mendisiplinkan anak. Ini tidak membawa keuntungan apa pun kepada anak. Anda cuma melampiaskan amarah Anda dengan tidak sehat, kerusakan mendasar orang tua akan pengetahuan tentang komunikasi, kurangnya rasa hormat terhadap tubuh dan emosi anak, dan salah paham akan tanggung jawab orang tua. Segeralah dapatkan konseling bila kekerasan fisik terjadi di dalam rumah Anda demi menghindari kerusakan lebih lanjut.

2. Kekerasan Verbal

Kata-kata kasar, merendahkan, dan menghina (seperti kamu bodoh, aku muak melihatmu) akan tertanam dalam ingatan dan emosi anak. Kekerasan fisik meninggalkan memar di tubuh, sedangkan kekerasan verbal melukai hati dan pikiran anak. Keduanya merupakan contoh buruk dari orang tua. Dapatkan segera konseling untuk menguasai "pemukulan verbal" dan menghentikannya.

3. Otoritas Berlebihan

Ada saatnya Anda perlu mengatakan, "Karena saya adalah Ayah/Ibumu!" Akan tetapi, memaksakan semua kehendak Anda, akan mengarahkan anak pada pemberontakan terutama saat menginjak remaja.

4. Mengatur dengan Teriakan

Marah bukan satu-satunya cara agar didengarkan anak. Marah biasanya terjadi karena anaknya beberapa kali mengacuhkan aturan-aturan orang tuanya. Bila arahan-arahan Anda tidak didengarkan, dan Anda sendiri tidak melakukan sesuatu agar didengar, anak akan mulai belajar mengukur-ukur sampai seberapa lama Anda akan bertindak. Itu tidak akan berhasil dan Anda hanya akan semakin sering marah. Anak bereaksi kepada tindakan orang tuanya yang tertambat. Kemarahan yang tidak diikuti dengan tindakan, akan membuat anak semakin tidak mengindahkan kemarahan Anda.

5. Ancaman Kosong

Banyak orang tua memberikan ancaman kosong "Sebaiknya jangan lakukan itu, kalau tidak ...!" Bila anak terus menerus tidak mematuhi perintah dan "kalau tidak"-nya tidak pernah terjadi, anak akan belajar bahwa itu cuma ancaman kosong. Orang tua yang merasa ancamannya tidak ditanggapi, akan meningkatkan atau membuktikan ancamannya. Ini bisa berbuntut pada tindakan "abusif". Mengenalkan anak pada tindakan atau konsekuensi perbuatan buruknya sejak awal, akan memotivasi anak untuk mematuhi aturan.

Bila arahan-arahan Anda tidak didengarkan, dan Anda sendiri tidak melakukan sesuatu agar didengar, anak akan mulai belajar mengukur-ukur sampai seberapa lama Anda akan bertindak.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

6. Laissez-faire Parenting: Input atau Keterlibatan Orang tua Minim atau Sama Sekali Tidak Ada

Biasanya ini terjadi pada orang tua yang terlalu sibuk, capek, atau tidak tahu cara mengatur rumah tangga. Anak yang dibiarkan bebas mengatur dirinya sendiri, tidak merasa bahagia atau tenang. Tidak ada batasan-batasan yang memberikan rasa aman. Anak akan merasa bingung tanpa adanya batasan-batasan itu.

7. Pemberian Hadiah yang Nonstop

Hadiah memang kadang perlu diberikan dalam mengajarkan disiplin pada anak. Akan tetapi, jangan iming-imingi hadiah agar anak patuh pada semua aturan, terutama yang bersifat mutlak. Jangan katakan, "Kamu akan dapat kue kalau duduk tenang di dalam mobil."

8. Asuhan yang Demokratis

Salah satu kesalahpahaman budaya modern adalah kepercayaan bahwa anak punya hak berpendapat yang sama dengan orang tua, dan bahwa orang tua tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada anak. Ini biasanya terjadi pada orang tua yang tidak mau atau tidak mampu mengatasi keinginan dan kemauan anak karena takut ditolak, takut menghadapi konflik, atau salah pengertian, bahwa apa pun yang menyebabkan anak tidak bahagia adalah berbahaya. Konflik tidak bisa dihindarkan dalam hubungan antar manusia. Mencoba menjauhkan anak dari pengalaman tidak menyenangkan, dengan menuruti segala keinginannya justru akan membawa anak tidak bahagia.

9. Sikap Permisif yang Berlebihan

Ini lebih buruk dari "asuhan yang demokratis", karena berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan baik dan bermoral lebih baik dari orang tuanya. Beberapa orang tua mampu menoleransi sikap tidak hormat dan merusak anaknya dengan anggapan bahwa akan berlalu dengan sendirinya. Bila sistem ini Anda terapkan, maka sebaiknya persiapkan diri Anda untuk kejutan tak menyenangkan saat anak Anda tiba pada masa remaja.

Diambil dari:
Judul majalah : World Harvest, No. 45, Tahun XV/05
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : World Harvest Center
Halaman : 12 -- 13

Download Audio

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar