Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Saat Perempuan Mengambil Alih

"Sure God created man before woman, but then you always make a rough draft before the final masterpiece."
(San Xavier del Bac)

Kalimat tadi tidak diucapkan oleh seorang pemimpin perempuan sekaliber Indira Gandhi, Golda Meir, Margaret Thatcher, Gloria Macapagal Arroyo, atau pun Megawati Soekarnoputri, tetapi justru ditorehkan oleh seorang biarawan yang mendobrak daerah garang di padang kering untuk memberitakan berita kasih.

Tentu kita bertanya, "Kok aneh, ya?" Biarawan yang sederhana ini tentunya memiliki landasan kuat untuk berani menuliskan sesuatu yang kelihatannya agak menyentuh bidang "teologis" dan "psikis" yang tidak pada jalur yang biasa. Aspek teologis menjadi suatu benturan tatkala kalimat itu ditulis oleh profesional macam saya, tapi ketika kalimat sederhana namun dalam tentang perempuan ini ditulis oleh seorang teolog, tentunya orang awam tidak berani menggugat.

Gambar: Suara wanita

Tucson, Arizona adalah daerah kejam saat ia melanglang ke sana. Perjalanan misi dari Meksiko menuju daerah baru ini mendapat banyak tantangan dari penduduk asli. Pemberitaan soal kasih, pengampunan, dan berita sukacita tidak dilakukan secara langsung, tetapi menggunakan sarana komunikasi sosial, yang menekankan aspek peningkatan kesejahteraan ekonomi di dunia nyata.

Konsep ketuhanan ia sederhanakan bukan dengan pendekatan teologis yang sulit dimengerti suku Indian di sana, namun dengan pendekatan sosiologis dan perbaikan kualitas kehidupan dalam konteks kehidupan dalam dunia ini. Tuhan Mahakasih berarti setiap hari akan ada makanan di meja mereka.

Perjuangan yang tak kenal lelah menyebabkan masyarakat sekitar menjadi percaya bahwa ada Tuhan "di sana" yang membuat kualitas kehidupan mereka membaik. Pendidikan mulai diperjuangkan. Kemampuan baca tulis dan pemberdayaan ekonomi keluarga menunjukkan hasil yang bahkan mengejutkan masyarakatnya sendiri.

Dalam perubahan tersebut, Xavier menemukan bahwa kunci sukses perubahan dalam masyarakat adalah para perempuan, bukan para laki-laki. Laki-laki memang sangat mudah memahami sesuatu, karena dari asalnya mereka diciptakan dengan kekuatan yang terletak dalam akal. Laki-laki memang kuat secara fisik, namun menyangkut perubahan paradigma dan perubahan perilaku, mereka juga cepat berubah.

Perempuan ternyata bereaksi sebaliknya. Mereka lambat berubah, bukan karena daya pikiran yang harus ditundukkan, tapi juga emosi mereka terletak di ujung hati. Rasa curiga akan ajaran asing oleh orang asing selalu yang pertama muncul. Selebihnya, tatkala mereka melihat bahwa ada "sesuatu yang baik untuk ia dan anak-anaknya" (ini juga yang membedakan laki-laki dan perempuan karena biasanya laki-laki hanya memikirkan diri sendiri), mereka ikut berubah.

Bahkan, setelah mengalami perubahan dan merasakan bahwa perubahan itu membawa kebaikan bagi ia dan anak-anak serta lingkungan, perempuan akan sangat mudah diajak menjadi agen perubahan. Tanpa upah dan insentif, perempuan akan menjadi corong "gosip" yang baik; selayaknya kodrat mereka.

Potensi inilah yang dilihat Xavier dalam memultiplikasi konsep perubahan. Perempuan ditunjuk menjadi pemimpin kelompok dalam komunitas masing-masing. Hasilnya, tercermin pada kesimpulan yang ia toreh dengan sederhana: "A final masterpiece is coming."

Kepiawaian pemimpin perempuan tetap dirasakan sampai saat ini. Di banyak organisasi, kepemimpinan perempuan selalu menorehkan hasil yang amat berbeda dengan kepemimpinan laki-laki. Ini bukan soal kompetensi, melainkan memang pendekatan gender dengan fokus perhatian dan titik pusat kompetensi yang berbeda.

Laki-laki lebih mengandalkan "hand" dan "head", sedangkan perempuan lebih mengandalkan "head" dan "heart". Bukan berarti laki-laki tanpa hati, dan perempuan tidak punya tangan. Tidak. Laki-laki dan perempuan menggunakan ketiganya, hanya titik kekuatan secara umum memang berbeda.

Kita merasakan betapa berbedanya kita ketika dipimpin oleh presiden perempuan. Tak jarang muncul guyonan macam "Itulah kalau presidennya laki-laki," ujar Ibu Megakarti, mantan presiden di Republik Mimpi. Pendekatan kepemimpinan dalam rapat kabinet maupun pendekatan tatkala berhadapan dengan sektor swasta menghadirkan pesan dan kesan yang berbeda.

Filipina juga merasakan gejolak perekonomian menghantam serta pertahanan dan keamanan yang berbeda ketika dipimpin oleh Presiden Aquino dibandingkan oleh Presiden Marcos. Inggris merasakan kehilangan sentuhan "tangan besi" ketika harus dipimpin oleh Tony Blair.

Meg, begitu panggilan Margaret Whitman, bos e-Bay, mengejutkan para laki-laki yang merasa dominan di sektor teknologi informasi. Pameo bahwa TI adalah dunianya laki-laki runtuh setelah Meg mampu membuat e-Bay menjadi pujaan pialang-pialang Wall Street.

Ada tiga kunci sukses kepemimpinan perempuan yang menjadi "masterpiece" yang sulit digantikan oleh pemimpin laki-laki, yakni:

Pertama, kelembutan. Laki-laki kadang dianggap sukses sebagai pemimpin ketika anak buahnya takut dan menyeganinya. Tak jarang jurus marah, mengancam, dan tekanan dengan otot mereka lancarkan. Akibatnya, banyak bawahan yang stres berat. Perempuan umumnya memiliki konsep yang berbeda dalam merebut hati anak buahnya. Bukan dengan gaya "yang" seperti pemimpin laki-laki, tapi gaya "yin" yang sangat menyejukkan.

Kelembutan inilah yang membuat banyak anak buah merasa mendapatkan ibu baru, yang mengasuh dan "menyusui" mereka. Selalu ada koneksi lebih dari sekedar komando. Hubungan menjadi personal. Akibatnya, ketika pemimpin perempuan itu sukses, bawahannya rela mati demi Sang Ibu.

Kedua, intuisi. Perempuan pemimpin memiliki kodrat intuisi yang jauh lebih dalam dan cepat dibandingkan laki-laki. "Perasaan saya," atau "My gut feeling tells me," adalah frasa yang jarang diucapkan laki-laki karena sering dianggap sebagai kelemahan dan tidak ilmiah, tetapi terkadang memang ada benarnya dan di luar ranah logika.

Saya sering mengalami harus mengakui bahwa feeling saya kadang mengalahkan daya analisis saya. Sering kali, rekan kerja saya yang perempuan mampu menangkap sinyal penolakan atau antusiasme dari calon pelanggan. Kadang setelah berinteraksi selama 30 menit, rekan saya bisa mengatakan "Sudahlah, jangan buang waktu kita," padahal otak saya mengatakan "Wah, ini kelas kakap!" Atau, ketika saya merasa ini bukan sasaran yang patut dikejar, rekan saya berbisik "Ini kelas kakap, Pak," yang acap kali pada akhirnya membuat saya terkagum-kagum.

Tegas artinya mampu berperilaku secara berbeda seperti terang dan gelap. Tidak bercampur dan tidak kompromi, serta berani menghadapi konsekuensinya.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Ketiga, ketegasan. Banyak yang berpikir laki-laki lebih tegas dibanding perempuan. Ketegasan sering direlasikan dengan olah tubuh semacam intonasi suara, kecepatan mengambil keputusan, keberanian mengambil risiko. Itu hanyalah faktor-faktor luar. Faktor yang lebih mendalam dari ketegasan merujuk pada kemampuan berprinsip terus dan terus mempertahankannya walaupun dilawan banyak pihak. Tidak mudah terombang-ambing karena rayuan atau konsep baru. Tegas berarti berani menoreh garis batas antara putih dan hitam. Tegas artinya mampu berperilaku secara berbeda seperti terang dan gelap. Tidak bercampur dan tidak kompromi, serta berani menghadapi konsekuensinya.

Banyak pemimpin perempuan yang dijuluki "Perempuan Tangan Besi" walaupun pendekatan mereka ada yang lembut juga. Indira Gandhi dan Golda Meir adalah contoh yang luar biasa memimpin dua bangsa yang kuat karakternya, dan sukses mengantarkan keduanya menjadi bangsa yang disegani. Tjut Nyak Dien, pahlawan nasional dari Aceh, juga menunjukkan kualitasnya yang membuat kawan dan lawan menjadi segan. Ibu Kartini, kendati lembut, tegas dalam memulihkan hak perempuan untuk pendidikan, dan belum ada bandingannya sampai sekarang.

Itu sebabnya, Salomo banyak menulis tentang perempuan. Bukan sekadar pameo, "Di balik setiap laki-laki yang sukses, selalu ada perempuan yang sukses," tetapi "Perempuan yang sukses selalu melahirkan laki-laki yang sukses."

Betsyeba, ibu Salomo, Azuba, ibu Yosafat, lalu Zibya, ibu Yoas, Abi, ibu Hizkia, dan masih banyak lagi yang menunjukkan ibu sebagai pemimpin perempuan dalam keluarga, memiliki kharisma khusus yang mampu mendidik anak menjadi pemimpin yang sukses, mendampingi suami menjadi kepala keluarga yang sukses, serta memimpin diri sendiri menjadi pribadi yang sukses.

Karena kekagumannya pada kekuatan "masterpiece", Salomo mendedikasikan Amsal 31 khusus untuk menulis tentang perempuan. Memang, perempuan dicipta dari tulang rusuk laki-laki, tetapi tulang rusuk lebih baik kualitasnya dari debu. Laki-laki perlu jujur dan mengakui: "Perempuan bisa hidup tanpa laki-laki, tapi laki-laki tidak."

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama majalah : Get Life (Tahun IV, Edisi 36)
Penulis : Paulus Bambang W.S.
Penerbit : GetmeDia, Bandung 2008
Halaman : 30 -- 32

Download Audio

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar