Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

SUARA HATI

Dua tahun yang lalu, saat aku belum menerima Kristus sebagai Juru Selamatku secara pribadi, aku pernah menjalin hubungan dengan seorang yang tidak mengenal-Nya. Sahabat-sahabatku berulang kali memperingatkan aku bahwa terang dan gelap tidak bisa bersatu, namun aku terlalu mencintai pria itu dan tetap menjalin hubungan dengannya.

Madame Jeanne Guyon dilahirkan sebagai anak yang cantik. Ia tinggal dalam keluarga Perancis yang berada. Pada umur sepuluh tahun, ia menemukan sebuah Alkitab dan menghabiskan seluruh hari-harinya untuk membacanya. Ia sering berdoa walaupun keluarganya menentangnya.

Saya bukan anak yang normal seperti anak lain. Tubuh saya dalam keadaan menggeliat, timpang, dan berubah bentuknya. Dokter pun pernah berkata, "Betty, tidak ada harapan lagi." Saya harus dibawa dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lain, dan para dokter spesialis menggelengkan kepala dan berkata, "Dalam hal ini, ilmu kedokteran angkat tangan." Saya dilahirkan dengan tulang belakang yang membengkok. Setiap ruas tulang tidak berada pada tempatnya. Tulang-tulangnya saling menggeliat dan saling melekat. Saraf saya dalam keadaan kacau balau.

Jeanette Barber, yang telah dengan setia membantu nenek kami yang sakit, memberitahuku tentang teman anak perempuannya di gereja, Teresa Israel, yang memberikan sebagian livernya untuk didonorkan kepada seorang teman. Aku bilang, "Jeanette, cerita soal itu, dong!" Yang mengejutkan, beberapa hari kemudian Jeanette mengisahkan peristiwa 4 Agustus 2002 itu kepada jurnalis harian Asheville Citizen-Times, Susan Reinhardt.

Akhirnya, Gestapo Nazi mengetahui juga adanya tempat persembunyian di dalam rumah keluarga Ten Boom yang digunakan untuk menyembunyikan orang Yahudi yang tengah dikejar-kejar Nazi. Orang-orang Yahudi ini mereka tampung di dalam rumah itu secara rahasia, menunggu kesempatan untuk menyelundupkan mereka ke luar kota, ke daerah yang lebih aman.

Michelle Price adalah gadis kecil periang yang senang memanjat pohon, menunggang kuda, bermain ski, bercerita tentang banyak kisah, dan menyanyi. Dengan keluarga Kristen yang mengasihi dia, hidup Michelle seolah tak memiliki sedikit beban pun sampai ia berumur 8 tahun, ketika kaki kanannya mulai terasa sakit dan bengkak.

Sewaktu remaja, saya senang mendengar lagu yang isinya kira-kira demikian: "Ada dua gadis yang menarik hati. Cantiknya, cantik kamu. Baiknya, baik dia." Lagu tersebut mengungkapkan bahwa suatu saat, seorang pria bingung menentukan satu dari dua gadis yang akan menjadi pacarnya.

"Ni hao, bolehkah saya membantumu?" Ia pun segera membantu mengangkat dan membereskan barang-barang kami. Marganya Hu dan ia biasa dipanggil Xiao Hu. Orangnya cukup baik, senang membantu, dan penuh perhatian. Dan yang membuat saya kagum pada Xiao Hu adalah ketulusan dalam memberi bantuan dan perhatian bagi orang yang membutuhkan. Karena itu, tidak mengherankan jika ia sanggup menjadi saluran terang Tuhan bagi orang-orang di sekitarnya, meskipun pekerjaan sehari-harinya adalah pembantu rumah tangga.

Cerita ini dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tetapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli kota itu., melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya. Seperti kebanyakkan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka. Tidak sampa setahun di kota itu, mereka sudah kehabisan seluruh uangnya. Hingga suatu pagi mereka menyadari akan tinggal di mana malam nanti dengan tidak sepeser pun uang ada di kantong. Padahal mereka sedang menggendong seorang bayi berumur satu tahun. Dalam keadaan panik dan putusasa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya. Tiba saatnya di sebuah jalan sepi, di mana puing-puing dari sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.

"Saya tidak akan minta maaf karena membicarakan nama Yesus. Saya akan menanggungnya. Jika teman-teman saya harus menjadi musuh-musuh saya, maka bagi saya dan sahabat saya, Yesus, tidak menjadi masalah, namun saya tak pernah berpikir bahwa 'teman-teman' saya akan menjadi musuh."

Rose Allen melompat dari tempat tidurnya dan mengintip ke luar jendela. Di sana, di depan pintunya, berdiri seorang kepala polisi, dua orang petugas polisi, dan segerombolan orang yang sedang membawa obor. Mereka sedang berbicara kepada ayahnya di anak tangga pintu. Ia menatap pada jam di atas rak pada perapian. Pukul 02.00 dini hari.

Setelah hampir 1 tahun dipenjara, Wilhelmina Holle, seorang guru Kristen berusia 49 tahun mendapatkan kembali kebebasannya pada tanggal 10 Desember 2009 lalu. Melalui wawancara telepon dengan Open Doors, Wilhelmina Holle yang lebih akrab disapa Ibu Holle mengungkapkan, "Setelah saya bebas, yang dapat saya lakukan adalah menangis dan mengucap syukur pada Tuhan."

Berikut ini adalah kesaksian dari Shanti (bukan nama asli) dimana dia pernah menghadapi tantangan dalam mempertahankan imannya kepada Yesus.

Bunyi-bunyi tembakan terdengar di luar gereja. Padahal sore itu gereja cukup ramai. Remaja-remaja hadir untuk mengikuti katekisasi dan penatua-penatua berkumpul untuk mengikuti rapat majelis. Ketika tembakan terdengar kami sedang menunggu kedatangan pak Pendeta. Aku pun berada di antara remaja-remaja itu. Peristiwa itu terjadi tahun 1964 waktu aku berusia 15 tahun.

 KERINDUAN MELAYANI DI TANAH TIONGKOK

Mary sedang dalam masalah. Selama bertahun-tahun, dalam berbagai kesempatan ia membagikan traktat yang disimpan di mejanya kepada setiap murid yang mengikuti kelasnya. Seorang pengacara yang duduk dalam dewan sekolah mengusulkan agar Mary dipecat karena kesaksiannya sebagai orang Kristen yang terlalu berlebihan. Ketika pengacara ini terpilih menjadi pimpinan dewan sekolah, dia semakin gencar mengusulkan pemecatan Mary.

Pages