Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Wanita dan Transisi: Sebuah Refleksi Tahun Baru

Setiap 12 bulan, saat kita berjalan dari tahun ke tahun berikutnya, kita menandai sebuah akhir dan sebuah awal. Dengan tetap hidup, berarti kita akan melewati banyak akhir dan awal atas segala sesuatu, dan kita menggunakan kata transisi untuk menggambarkan suatu bagian dari bagian yang lain. Sesuatu yang lama sudah berakhir, sesuatu yang baru sudah mulai.

Beberapa transisi berlangsung dalam waktu yang pendek, sementara transisi yang lain tampaknya berlangsung seumur hidup. Beberapa transisi kita lalui dengan pertolongan orang lain (contohnya adalah seorang anak sedang belajar berdiri dan berjalan, atau, beberapa tahun kemudian, mulai bersekolah). Transisi lainnya kita jalani sendiri, seperti perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh kita sebagai perempuan (meskipun kita mungkin mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman, sebagai contoh: memasuki masa pubertas, mulai memasuki siklus menstruasi, mengalami kehamilan atau kemandulan, melewati siklus menopause, dan penuaan).

Beberapa transisi bersifat traumatis, seperti hidup melewati daerah perang, atau mengalami kekerasan seksual sebagai anak atau remaja, atau tiba-tiba didiagnosis dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau kelumpuhan. Transisi-transisi yang lain terjadi secara alami, seperti kenaikan kelas di sekolah atau memasuki masa pensiun. Beberapa transisi, seperti imigrasi, memerlukan perubahan-perubahan yang besar, seperti mempelajari bahasa baru dan menyesuaikan diri dengan budaya yang sama sekali baru.

Beberapa transisi mungkin mengancam harga diri kita sebagai anak Allah. Kita mungkin merasakan luka yang mendalam atau dikhianati oleh seseorang yang kita kasihi dan percaya, dan perasaan tertolak mungkin menyebabkan kita meragukan harga diri kita sendiri. Atau, kita dapat membuat pilihan, seperti mengalah pada kecanduan sehingga saat dikenang kembali, hal itu menandai titik transisi yang nantinya akan kita pahami sebagai cara merendahkan martabat kita sendiri sebagai pribadi.

Beberapa transisi dapat terlihat, transisi-transisi yang lain tidak terlihat. Beberapa orang, seperti yang saya alami pada usia 40, dengan kemampuan pendengaran yang semakin berkurang, menghadapi risiko terisolasi. Transisi-transisi yang lain, seperti memasuki kembali dunia kerja setelah bertahun-tahun berada di rumah untuk membesarkan anak-anak, mungkin menarik kita pada cara-cara yang baru dan berbeda ke dalam komunitas manusia dan suatu pekerjaan.

Akan tetapi, satu hal yang pasti dalam hidup kita: perubahan dan transisi menandai bagian-bagian seluruh siklus hidup kita, seperti halnya perubahan musim, dari musim dingin ke musim semi, musim panas, dan musim gugur. Tantangan kita adalah untuk menerima perubahan dan transisi, dan walaupun menyakitkan, membiarkan Allah bekerja melaluinya, untuk memampukan kita bertumbuh ke dalam segala sesuatu yang kita mampu dan semestinya.

Gambar: transisi

Perubahan sering melibatkan kekacauan, jurang ketidaktahuan, kekosongan, kewaspadaan akan kehilangan -- dan dapat memasukkan drama yang sangat emosional, kesedihan, dan ketakutan. Akan tetapi, perubahan dapat juga (untungnya) melibatkan pelepasan, cara baru untuk mengalami diri kita sendiri dan dunia, dan dapat membuka kita kepada kesadaran baru akan harapan dan makna.

Apa yang memungkinkan terjadinya transformasi di tengah-tengah kekacauan dan perubahan? Saya akan menyatakan pendapat bahwa iman memungkinkan kita untuk berlanjut seolah-olah ada potensi untuk kemungkinan-kemungkinan baru. Dengan demikian, sebuah transisi dapat menjadi sebuah ambang pintu: berdiri dengan penuh harap di ambang pintu untuk sesuatu yang baru yang akan dimulai. Akan tetapi, awal yang baru sulit untuk dilihat. Sering kali, para penerapi melihat klien-klien berada di posisi tersiksa dan kacau, di sana mereka menghadapi pilihan untuk dihancurkan atau membiarkan proses perubahan mengungkapkan kepada mereka suatu tatanan baru untuk banyak hal.

Jadi, saat kita memulai tahun baru ini, mari kita sedikit memikirkan tentang perubahan dan transisi yang telah kita alami sejauh ini dalam hidup kita. Pada dasarnya, perubahan dapat terjadi dengan satu dari dua cara. Perubahan-perubahan tersebut dapat dipilih secara bebas. Atau, perubahan-perubahan itu dapat dipaksakan -- kadang-kadang bertentangan dengan keinginan kita -- dari luar diri kita sendiri. Berikut ini adalah latihan reflektif yang mungkin Anda inginkan untuk dipikirkan sendiri atau didiskusikan dengan seorang teman tepercaya:

Pertama, pikirkanlah tentang transisi kehidupan yang Anda pilih.

  • Bagaimana hal itu mengubah Anda?
  • Bagaimana Anda mengurus diri sendiri di tengah-tengah transisi tersebut?
  • Apakah ada luka yang belum dipulihkan?
  • Apa yang Anda rasakan mengenai transisi ini? Apa yang Anda rindukan? (Buatlah catatan untuk diri sendiri atau sampaikanlah kepada Tuhan tentang hal ini.)

Kedua, pikirkanlah transisi kehidupan yang tidak Anda pilih.

  • Bagaimana itu mengubah Anda?
  • Bagaimana Anda mengurus diri sendiri di tengah-tengah transisi tersebut?
  • Apakah ada luka yang membutuhkan penyembuhan?
  • Apakah ada endapan kebencian atau penolakan diri?
  • Buatlah catatan atau katakanlah kepada Allah tentang hal ini: apa yang Anda rasakan, apa yang Anda rindukan.
Tantangan kita adalah untuk menerima perubahan dan transisi, dan walaupun menyakitkan, membiarkan Allah bekerja melaluinya, untuk memampukan kita bertumbuh ke dalam segala sesuatu yang kita mampu dan semestinya.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Dari sudut pandang seorang penerapi, sangat penting bahwa kita belajar membedakan antara hal-hal yang terjadi atas kita dan hal-hal yang kita pilih sendiri untuk dilakukan. Sering kali, kaum perempuan, yang disosialisasikan untuk berasumsi bahwa semua masalah yang bersifat relasi adalah kesalahan mereka, dipersalahkan untuk kesalahan yang tidak mereka perbuat, dan membawa beban berat akan rasa bersalah serta rasa malu tentang hal-hal yang terjadi pada mereka.

Saya memberikan konsultasi untuk sebuah pusat pengungsian di Toronto (sebuah kota di Canada - Red.), dan saya sedang memikirkannya ketika saya menuliskan sesuatu mengenai seorang pengungsi wanita yang cantik, yang diperkosa secara brutal dalam usahanya untuk melarikan diri bersama anak-anaknya dari zona konflik kekerasan. Ia tidak bertanggung jawab telah menyebabkan pemerkosaan, tetapi ketika ia pertama kali datang menemui saya, ia terbebani dengan perasaan penolakan diri dan membenci diri sendiri karena perasaan "terkontaminasi" (berdasarkan kata-katanya). Selama terapi, ia mulai melihat dirinya sebagai seorang wanita pemberani dan ibu yang menyelamatkan anak-anaknya serta membawa mereka ke tempat aman. Ia mulai dapat melihat ke cermin dan tidak lagi melihat wanita yang rusak dan "kotor" (dari deskripsinya sendiri), tetapi seseorang yang bermartabat dan bernilai. Ia berkembang dalam kemampuannya merawat dirinya sendiri dan anak-anaknya dengan baik ketika mantel penolakan diri dibuang. Dan, ia melangkah maju pada saat ini -- kini, ia menyadari bahwa ia menjadi seorang yang selamat dan bukan korban semata -- ke dalam kehidupan baru di negara baru dengan perasaan yang lebih mendalam mengenai kejelasan, tujuan, dan kebebasan sebagai anak Allah. Harapannya adalah kembali ke sekolah dan menghidupi anak-anaknya, dan suatu hari nanti bekerja dengan perempuan lain yang mengalami trauma.

Sekarang, sambil menyongsong fajar tahun baru, pikirkanlah tentang transisi yang ingin Anda buat. Adakah sesuatu yang menahan Anda? Tentukanlah bagaimana Anda akan menghadapinya.

Mungkin ada perubahan pekerjaan, perubahan dalam suatu hubungan, atau pindah ke lokasi lain. Mungkin itu hanya menerima sesuatu yang tidak dapat Anda ubah, dan memilih untuk hidup dengan sukacita dan rasa syukur atas apa yang telah Anda miliki. Mungkin itu sesuatu yang menuntut adanya pilihan untuk memaafkan dan melepaskan kepahitan atau dendam. Mungkin itu tentang menerima sesuatu yang tak terduga, dan dengan demikian, Anda belajar menciptakan sebuah ruang yang ramah di dalam hati Anda sendiri (misalnya, cucu yang lahir di luar pernikahan; anggota keluarga yang mengaku sebagai gay atau lesbian, orang yang Anda kasihi akan mengalami perceraian, seorang anak berkebutuhan khusus). Mungkin saja tentang mengubah kebiasaan rahasia atau menghadapi kecanduan, yang akan meminta Anda untuk masuk ke dalam proses penyembuhan dengan seseorang -- teman, kelompok pemulihan, atau seseorang yang terlatih secara profesional, dan dengan demikian memercayakan rahasia Anda, kecanduan atau kebiasaan Anda kepada orang lain. Mungkin itu tentang memulai sebuah perjalanan bersama Allah.

Mungkin Anda bisa merefleksikan satu pasal Kitab Suci, seperti Ibrani 13:5b dan 6: "Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.' Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut ....'"

Cobalah memulai perjalanan pribadi untuk melacak proses dari batin Anda sendiri jika Anda belum melakukannya. Petualangan terbesar mungkin sudah ada di depan Anda saat Anda membuka hati Anda untuk tahun baru ini, berdiri di ambang pintu, dan mengatakan kepada Allah apa yang Anda harapkan, sambil mendengarkan dengan baik-baik atas apa yang mungkin dipertimbangkan oleh hati tentang "suara lirih Allah yang tenang", yang menegaskan bahwa Anda dikasihi. (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Christian Feminism Today
Alamat URL : https://www.eewc.com/Articles/women-transitions-new-years-reflection
Judul asli artikel : Women and Transitions: A New Year's Reflection
Penulis artikel : Diane Marshall
Tanggal akses : 10 November 2014

Download Audio

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar