Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Bagaimana Membuat Pernikahan Anda Sukses

Selama bertahun-tahun saya merasa rendah diri dan saya tidak menyukai diri sendiri. Saya benci kepribadian saya dan saya membenci bunyi suara saya. Salah satu yang saya dapatkan melalui pelecehan yang saya alami saat bertumbuh dewasa, adalah terbentuknya rasa malu dalam diri saya. Saya tidak lagi malu dengan apa yang terjadi pada diri saya—saya menjadi malu tentang diri saya. Saya sakit hati dan, akibatnya, menyakiti orang lain.

Apakah Anda tahu bahwa jika Anda tidak menyukai diri sendiri, Anda tidak akan pernah menyukai orang lain, dan Anda tidak akan dapat membantu pasangan Anda menyukai dirinya? Anda akan menghabiskan seluruh waktu Anda berusaha untuk membuktikan nilai diri Anda sendiri. Penyembuhan berawal dengan menerima diri sendiri, mengetahui bahwa di mana Anda sekarang bukanlah di mana Anda akan berakhir, dan mengetahui bahwa Allah terus menyempurnakan Anda juga. Kita semua harus menerima kasih tanpa syarat dari Allah dan mengakui fakta bahwa Allah tidak mengasihi kita karena apa yang kita lakukan - tetapi karena siapa diri kita.

Suatu pagi, saat saya duduk mengenakan piyama dan berdoa, Tuhan berkata kepada saya, "Joyce, Aku benar-benar tidak bisa melakukan hal lain dalam hidupmu sampai engkau melakukan apa yang telah Aku katakan untuk kaulakukan mengenai suamimu."

Tuhan berurusan dengan saya karena saya sedang bermasalah dalam bersikap patuh. Saya punya kemauan yang kuat dan masih terjebak dalam sikap defensif saya akibat dilecehkan ketika masih kecil. Saya kehilangan berkat-berkat yang Tuhan sangat ingin untuk saya nikmati.

Setelah berdoa, saya berdiri dan hendak mandi di kamar mandi baru yang oleh suami saya Dave baru saja dibongkar dari kamar tidur kami. Karena ia belum memasang rak handuk, saya meletakkan handuk saya di tempat duduk toilet dan mulai melangkah ke pancuran.

Dave melihat apa yang saya lakukan dan bertanya, "Mengapa kau menaruh handukmu di situ?"

Segera saya bisa merasakan emosi saya bergolak.

"Apa yang salah dengan menaruhnya di situ?" Saya bertanya dengan nada sarkastis.

Sebagai seorang insinyur, Dave menjawab dengan logika matematika yang khas. "Yah, karena kita belum memiliki keset, jika kau menaruh handukmu di depan pintu pancuran, ketika keluar kau tidak akan meneteskan air di atas karpet ketika meraih handuknya."

"Nah, apa bedanya jika aku meneteskan sedikit air di atas karpet?" Saya bertanya dengan marah.

Merasakan suasana hati saya, Dave menyerah, mengangkat bahu, dan pergi.

Akhirnya, saya pun melakukan apa yang Dave sarankan, tapi saya melakukannya sambil dengan marah membanting handuk ke lantai. Saya melakukan hal yang benar, tapi saya melakukannya dengan sikap yang salah.

Saat saya melangkah ke pancuran setelah melempar handuk saya ke lantai, saya dipenuhi dengan kemarahan. "Yang benar saja," saya berteriak pada diri sendiri. "Saya bahkan tidak bisa mandi dengan tenang! Mengapa saya tidak bisa berbuat sesuatu tanpa seseorang mencoba untuk memberitahu saya apa yang harus dilakukan?" Dalam frustrasi saya, saya terus melanjutkan.

Meskipun saya adalah seorang Kristen dan melayani mengajar orang lain dalam pelayanan untuk beberapa waktu, saya sendiri tidak memiliki kontrol atas pikiran, kehendak, dan emosi saya sendiri. Butuh tiga hari penuh sebelum saya cukup tenang untuk mengatasi insiden handuk itu.

Selama tiga hari itu, saya adalah gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing seperti digambarkan dalam 1 Korintus 13.

Kasih adalah bentuk tertinggi dari kedewasaan. Kasih sering menuntut pemberian yang penuh pengorbanan. Jika kasih tidak mengharuskan semacam pengorbanan dari diri kita, maka kita mungkin tidak mengasihi orang lain itu sama sekali. Jika tidak ada pengorbanan dalam tindakan kita, kemungkinan besar kita bereaksi terhadap sesuatu yang baik yang pernah mereka lakukan untuk kita, atau hanya berpura-pura bersikap baik untuk bisa mengendalikan mereka. Kasih hampir selalu tidak layak untuk orang yang menerimanya.

Keputusan kita haruslah selalu memikirkan kepentingan pasangan kita. Bahkan pernikahan biasa-biasa saja membutuhkan pengorbanan. Penting untuk memahami bahwa kasih yang sejati memberikan kasih itu sendiri.

Pengorbanan berarti Anda tidak akan seterusnya melakukan dengan cara Anda. Ini berarti baik suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi dengan kasih tanpa syarat. Harus ada pengorbanan atas keinginan egois jika pasangan suami istri mau menikmati pernikahan yang berkemenangan. Bagi saya, setiap hari ketika bangun, saya memilih untuk memiliki pernikahan yang baik. Saya tidak akan membiarkan nasib yang menentukan satu hal itu! (t/Jing Jing)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Joyce Meyer Ministries
Alamat URL : http://www.joycemeyer.org/articles/ea.aspx?article=how_to_make_your_marr...
Judul asli artikel : How to Make Your Marriage Succeed
Penulis artikel : Joyce Meyer
Tanggal akses : 20-10-2014
Tipe Bahan: 

Komentar