Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

WAWASAN WANITA

1. Mendorong Perencanaan yang Realistis

Dalam dunia kita yang serba cepat dan canggih, gangguan perhatian adalah masalah besar bagi banyak dari kita. "Jika kita ingin memiliki hidup yang sarat makna, hidup yang sungguh berarti, pertama-tama kita harus mengisi hati dan pikiran kita dengan pemikiran mendalam mengenai apa yang penting.

Salah satu sumber pertikaian dalam rumah tangga adalah uang. Karena kurang uang, kita bertengkar; kelebihan uang kita pun bertengkar. Bagaimanakah caranya mengatur masalah keuangan sehingga tidak harus menjadi penyebab perselisihan?

Menjadi seorang ibu tunggal dapat terasa seperti Anda sedang berjalan melalui ladang ranjau. Di sekitar tiap tikungan, terdapat bahaya ledakan lainnya.

Perdebatan panjang mengenai perempuan dalam kepemimpinan pada pelayanan telah berlangsung sejak lama. Ini bukanlah hal yang baru meskipun perdebatan tersebut, yang kini berlangsung secara daring, membuatnya jadi terasa seolah-olah baru. Namun, benar, percakapan ini telah berlangsung selama beberapa dekade, dan, jika Anda bertanya kepada saya, kita telah membuat sedikit kemajuan.

Gunakan gagasan ini untuk membantu Anda mengintegrasikan iman dan pekerjaan.

Saya punya kenalan, "Alice", yang telah dipecat dua kali karena bersaksi di tempat kerja. Nah, begitulah cara dia menjelaskannya. Mungkin penjelasan yang lebih baik adalah bahwa pendekatan Alice terhadap penginjilan adalah "langsung menantang".

Anda bangun pagi ini dalam suasana hati yang sangat baik. Semua sepertinya berjalan sesuai keinginan Anda. Sepatu baru yang Anda beli akhir pekan ini telah menambahkan sedikit pantulan di langkah Anda. Anda yakin jeans Anda membuat Anda terlihat sepuluh pon lebih langsing hari ini. Rambut Anda tampil selaras dengan apa yang Anda inginkan, akhirnya. Anda merasa percaya diri.

Internet tidak harus menjadi tempat yang mengerikan.

Saya takut bahwa karena media sosial, seluruh dunia dapat melihat kata-kata saya. Itu berarti saya bisa menyakiti lebih dari sekadar hanya orang-orang yang berada di hadapan saya setiap kali saya memilih untuk tidak hidup seperti Yesus.

"Apakah Anda seorang Kristen?"
"Uh, tidak, saya bukan orang Kristen."
"Baiklah, kalau begitu Anda akan masuk neraka!"

"Saya benar-benar bingung. Bagaimana mungkin saya mengetahui kehendak Allah bagi hidup saya?" Saya tidak ingat berapa kali selama bertahun-tahun, saya telah mendengar pertanyaan itu.

Saya bisa menuliskan, setidaknya, sepuluh cara Allah menuntun anak-anak-Nya hari ini, tetapi saya akan membatasi diri dengan empat hal yang saya pikir adalah metode yang paling signifikan tentang pimpinan Allah.

Beberapa pembaca tampaknya suka melihat pokok berita pada blog ini dan memutuskan bahwa mereka tidak perlu membaca sebuah artikel tentang Perjanjian Lama, mungkin mereka malah lebih suka memilih sebuah blog tentang kepemimpinan.

Kendala terbesar Anda sebagai orangtua dalam membantu anak-anak Anda mencintai dan menggunakan Alkitab bukanlah televisi atau internet. Kegigihan Anda yang tak tergoyahkan itulah yang akan membuat perbedaan terbesar. Dalam era internet, perjalanan tim olahraga, dan televisi, orangtua harus membuat lebih banyak usaha untuk menjalin Kitab Suci ke dalam kehidupan sehari-hari keluarga mereka. Tip-tip berikut akan membuat Anda berada di jalur yang benar.

Orangtua pada masa kini bertumbuh dalam budaya yang sama sekali berbeda dengan budaya anak-anak mereka. Teknologi telah secara radikal mengubah cara kita hidup.

Tidak ada yang saya nikmati lebih daripada mempelajari Alkitab. Namun, tidaklah selalu seperti itu. Semangat sejati saya untuk benar-benar mempelajari Alkitab dimulai ketika saya, masih sebagai mahasiswa, membuat komitmen untuk menjelajahi Alkitab dengan sungguh-sungguh.

Alkitab menunjukkan kualitas empati yang kita lihat ditunjukkan dalam beberapa narasi biblika. Empati adalah kemampuan untuk merasakan perasaan, pikiran, atau tindakan orang lain. Rasul Paulus menasihati orang-orang Kristen untuk "seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati" (1 Petrus 3:8).

Pages