Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Membina Pernikahan yang Bahagia

Diringkas oleh: S. Setyawati

Pernikahan itu ibarat suatu perjalanan panjang yang penuh sukacita dan menyenangkan jika dipersiapkan dengan matang. Sebaliknya, pernikahan juga bisa menjadi suatu relasi yang menjengkelkan dan menjemukan jika masing-masing pasangan tidak mempersiapkan, membina, dan mempertahankannya.

Sebuah pernikahan yang bahagia harus dipersiapkan dengan baik. Persiapan pernikahan mencakup persiapan diri dan perencanaan hidup berkeluarga. Karena kedua pribadi memiliki karakter, keinginan, dan tujuan hidup yang berbeda, maka sebelum melangkah dalam pernikahan, keduanya harus siap dengan start yang baik. Persiapan diri yang perlu dilakukan dipusatkan pada beberapa pokok berikut:

Gambar: pernikahan

1. Belajar sebanyak mungkin untuk mengenal calon pasangan yang akan dinikahi.

2. Mempertimbangkan sejauh mana sikap calon pasangan sesuai dengan sikapnya.

3. Sejauh mana pribadi masing-masing dapat saling mengisi dan menyatu dalam perjalanan hidup?

4. Dua orang yang dipersatukan dalam pernikahan akan membentuk pernikahan yang bahagia jika keduanya berbahagia.

Sebagai langkah pertama memulai persiapan, cobalah untuk menjawab pertanyaan berikut ini:

  • Apakah saya mengenal calon pasangan secara mendalam sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya?
  • Apakah saya siap menerima bagian saya dalam tanggung jawab pernikahan?
  • Apakah saya mampu memberi dengan bebas sebagaimana saya menerima?
  • Apakah saya terbiasa memperhatikan kenyamanan dan perasaan orang lain sama seperti bagi diri sendiri?
  • Apakah saya melihat calon pasangan saya sebagaimana adanya (dengan segala kelemahan, kegagalan, serta sifat-sifat baik dan kebaikannya)?
  • Apakah saya seorang yang biasa dengan kelemahan dan kegagalan saya? Mampukah saya berupaya untuk menyatukan hidup saya dengan hidup orang lain untuk memastikan perkembangan keharmonisan dalam hidup berdampingan?

Kita mungkin tidak dapat menjawab semua pertanyaan di atas dengan sempurna. Namun, dengan menyadari bahwa kita semua tidak sempurna dalam aspek tertentu, dengan mengetahui keterbatasan maupun kekuatan masing-masing, kita bisa melihat dengan perspektif yang benar dan mengetahui ke arah mana perbaikan harus diusahakan.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka mengenal pasangan adalah semua perbedaan yang dimiliki masing-masing pihak. Sebab, perbedaan-perbedaan tersebut sering kali menjadi pangkal penyebab timbulnya kesalahpahaman, yang dapat mengganggu ketenangan dan keamanan suasana dalam keluarga. Pernikahan adalah tugas dua orang. Dua pihak yang akan menikah harus memupuk cinta, keyakinan diri, dan kepercayaan kepada calon pasangannya. Sebelum dan setelah pernikahan, keduanya harus mempunyai pandangan yang sama tentang pernikahan dan artinya.

Dalam pernikahan, dua orang menjadi satu kesatuan yang saling berdampingan dan saling membutuhkan dukungan. Pernikahan merupakan ikatan yang bersifat permanen, yang perlu bagi kesejahteraan dan rasa aman keluarga. Agar pernikahan yang akan dibentuk berjalan lancar dan bahagia, kita juga perlu memahami berbagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antara lain perspektif keduanya terhadap hal-hal tertentu, sifat, mental, emosi, dan intuisi rasional keduanya. Perlu diingat bahwa perempuan memiliki naluri keibuan sedangkan laki-laki memiliki rasa bangga. Laki-laki berperan sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai jantung keluarga.

Selain itu, perempuan memiliki derajat kematangan emosional lebih dari laki-laki dan mendukung keberadaan laki-laki. Perbedaan derajat kematangan emosional inilah yang membuat perempuan lebih siap untuk mengerjakan peran dan pekerjaannya di rumah, dan laki-laki lebih siap mengejar kesuksesan di luar rumah.

Setelah mempersiapkan diri dengan baik, langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk membentuk pernikahan yang bahagia adalah membuat perencanaan mengenai biaya hidup dan jumlah anak. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memupuk pengertian dan penyesuaian satu sama lain. Selain itu, perlu dilakukan reedukasi bagi pria pada masa kritis (dua tahun pernikahan). Misalnya, suami yang baru pulang bekerja perlu istirahat, sedangkan istri perlu perubahan suasana dan rekreasi aktif, lebih banyak memberi daripada menerima, perlu membentuk kebiasaan yang sehat dan wajar, suami istri saling melengkapi dan memainkan peran dengan luwes, menjaga kemitraan dalam pernikahan yang berdasar pada persamaan hak yang diilhami oleh cinta dan saling memperhatikan, mengekspresikan suasana hati dengan terbuka tanpa harus menyakiti perasaan pasangan, memberi penghargaan/apresiasi kepada pasangan, saling menghargai, berusaha menjadi pendamping yang baik dengan mendahulukan tanggung jawab sebagai pasangan ketimbang minat dan keinginannya sendiri, dst... Semuanya harus dilandaskan pada cinta kasih.

Cinta kasih mampu membuat orang bersikap toleran dan menerima pasangan sebagaimana adanya. Cinta kasih juga membuat orang bersikap bijaksana sehingga seseorang dapat memberi respons yang benar. Untuk itu, cinta kasih harus ditumbuhkan, dikembangkan, dipelihara, dan dipertahankan. Usaha untuk mencapai penyesuaian harmonis dalam pernikahan juga tidak bisa dilakukan satu kali. Hal ini harus diupayakan secara berkesinambungan. Adaptasi yang harus dihadapi suami istri antara lain sebagai berikut:

1. Menghadapi Kenyataan

Dalam pernikahan, seiring berjalannya waktu, kenyataan mengenai pribadi masing-masing akan tersingkap. Oleh karena itu, perlu kesiapan hati untuk saling menerima pasangan sebagai satu tim dan mengatasinya bersama-sama dengan bijaksana.

Cinta kasih mampu membuat orang bersikap toleran dan menerima pasangan sebagaimana adanya. Cinta kasih juga membuat orang bersikap bijaksana sehingga seseorang dapat memberi respons yang benar.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

2. Penyesuaian yang Timbal Balik

Dalam mengarungi pernikahan, kita tentu tidak lepas dari permasalahan dan kesulitan. Tidak dimungkiri bahwa permasalahan-permasalahan yang muncul dapat mengakibatkan benturan emosional, sikap menjauhi atau masa bodoh satu sama lain. Akhirnya, pasangan menjadi renggang dan suasana menjadi hambar dan dingin. Oleh sebab itu, timbulnya keregangan yang dapat memicu keretakan harus dicegah secepat mungkin. Masing-masing pasangan perlu mengusahakan upaya yang berkesinambungan untuk saling memperhatikan, mengungkapkan cinta dengan sungguh-sungguh, menunjukkan pengertian, penghargaan, dukungan, dan semangat.

3. Latar Belakang Suasana yang Baik

Kesibukan masing-masing pribadi dengan pekerjaan dan aktivitasnya tentu dapat menimbulkan suasana yang tidak kondusif untuk membina keharmonisan keluarga. Faktor kesibukan sering kali membuat pasangan kurang berkomunikasi sehingga hubungan pernikahan menjadi semakin renggang. Untuk mengantisipasi hal ini, suami istri perlu memperhatikan, saling berbagi beban maupun kebahagiaan, menjauhi/tidak melakukan hal-hal yang tidak disukai pasangan, membicarakan rencana yang akan dilakukan sendiri maupun bersama-sama, mencari cara untuk membahagiakan pasangannya, membicarakan dan mencari solusi untuk masalah yang ada secara bersama-sama, meningkatkan pengetahuan dalam menghadapi masalah, dan mengenali tingkah laku dan ekspresi pasangan dengan cermat. Di atas semuanya, menjalin komunikasi adalah cara yang terutama. Jangan sampai masing-masing pasangan lebih suka menjalin komunikasi dengan pihak luar daripada dengan keluarganya sendiri. Jika sebuah pernikahan sudah dikaruniai anak, suami istri harus mengajarkan budaya komunikasi yang sehat kepada anak-anak.

Hubungan baik dalam keluarga akan terbina dan terbentuk dengan baik ketika setiap anggota memiliki kesatuan hati, iman yang teguh, dan hidup sesuai ajaran dalam Alkitab. Tugas masing-masing anggota keluarga sudah diajarkan dalam Amsal 3:1-26, 1 Korintus 7:1-16, Amsal 31:10-31, Amsal 2:1-22, dan Galatia 5:14. Dalam mendidik anak dan membentuk kepribadiannya, kesepuluh hukum Tuhan dan hukum kasih harus mulai diajarkan kepada anak sejak dini sebagai petunjuk hidup.

Terakhir, suami istri harus siap menerima perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam kehidupan pernikahan, entah itu perubahan fisik maupun karier. Masing-masing pasangan harus bertekad untuk menjadi pasangan hidup yang tepat dan orang tua yang bijaksana. Pernikahan yang bahagia tidak diwariskan, tetapi diusahakan. Oleh sebab itu, berdoa dan berusahalah senantiasa.

Download Audio

Diringkas dari:
Judul buku : Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman
Judul bab : Psikologi untuk Keluarga
Penulis : Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa
Penerbit : BPK. Gunung Mulia, Jakarta 2000
Halaman : 3 -- 16

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar