Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
Para Ibu dalam Alkitab (Alasan Pentingnya Mereka)
Para ibu memiliki peran yang unik di dunia. Mereka memelihara kehidupan. Mereka menciptakan keluarga. Mereka membentuk masa depan. Demikian juga dalam Alkitab, kita melihat para ibu dipakai Allah untuk mewujudkan, tidak hanya rencana-rencana khusus-Nya bagi mereka yang berjalan di halaman-halaman Alkitab, tetapi juga narasi agung tentang penebusan dan kehidupan kekal.
Hawa: Ibu dari Semua yang Hidup
Jika Anda dibesarkan di dunia Barat, Anda pasti tahu bahwa Hawa sering kali mendapat perlakuan buruk. Diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk Adam (Kej. 2:21-22), Hawa adalah manusia pertama yang dicobai dan ditipu di taman (Kej. 3:1-6, 1 Tim. 2:14). Ia sering dilihat sebagai sosok yang ragu-ragu, naif, atau bahkan terlalu ambisius. Memang, ketika kita berpikir tentang wanita pertama dalam sejarah manusia, kita cenderung lebih memikirkan kegagalannya daripada yang lainnya.
Namun, kisah Hawa tidak hanya berhenti sampai di situ, ia juga memakan buah terlarang itu.
Setelah Allah menyingkapkan dosa Adam dan Hawa, Ia mengutuk ular dan menetapkan perang rohani antara mereka yang akan mengikuti Iblis dan mereka yang akan menjadi keturunan sejati dari perempuan itu—bocoran: keturunan perempuan itu pada akhirnya akan menang (Kej. 3:15).
Meskipun perempuan itu dihukum karena dosa-dosanya dengan rasa sakit saat melahirkan, ia dijanjikan akan memiliki anak. Adam merespons hal ini dengan iman dan menamai istrinya Hawa, "karena dia adalah ibu dari semua yang hidup" (Kej. 3:20, AYT).
Dengan kasih karunia Allah dan karena janji-janji-Nya, warisan Hawa dalam Alkitab bukanlah memakan buah dari Pohon Pengetahuan tentang yang Baik dan yang Jahat, melainkan menjadi ibu dari Benih yang Dijanjikan yang akan menjadi pokok anggur keselamatan kita.
Hana: Wanita yang Merindukan Menjadi Seorang Ibu
Mungkin tidak ada orang yang lebih menarik simpati di dalam Alkitab selain Hana. Ia sangat dicintai oleh suaminya, namun Tuhan telah menutup rahimnya (1 Sam. 1:2, 5). Suaminya memiliki anak laki-laki dan perempuan dari istri keduanya, yang tak henti-hentinya mengejek Hana karena tidak memiliki anak sendiri.
Hal ini saja, bagi seorang wanita yang sedang berduka karena tidak memiliki anak, akan sangat menyakitkan. Namun, kemandulan Hana dalam konteks Perjanjian Lama menandakan lebih dari sekadar kesedihan pribadi. Janji-janji Allah kepada umat-Nya-untuk menegakkan nama mereka di Tanah Perjanjian dan suatu hari nanti mengirimkan keturunan Hawa yang dijanjikan—bergantung pada mengandung keturunan. Baik warisan maupun keselamatan adalah masalah keluarga.
Dalam keputusasaan, Hana menangis di bait suci dan bernazar kepada Tuhan, "Ya TUHAN semesta alam, jika Engkau sungguh-sungguh memperhatikan kesengsaraan hamba-Mu, mengingatku, dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi mengaruniakan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, aku akan mempersembahkan dia kepada TUHAN seumur hidupnya, dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya." (1 Sam. 1:11, AYT).
Kita kemudian diberitahu bahwa Allah mengingat doa Hana dan memberkatinya dengan seorang anak laki-laki—Samuel, yang kelak akan menjadi nabi Tuhan yang agung.
Namun, kisahnya tidak berakhir di sini. Hal yang membuat Hana menjadi contoh yang indah tentang seorang ibu yang saleh bukan hanya pengakuannya akan janji-janji Allah melalui kelahiran anak dan kesetiannya dalam memohon kepada-Nya, tetapi juga persembahan syukurnya. Ia mengembalikan anaknya kepada Allah, seperti yang telah ia nazarkan, dan mendedikasikannya untuk melayani di Bait Allah (1 Sam. 1:21-28).
Meskipun hanya sedikit wanita yang menjadi ibu dalam narasi yang dramatis seperti itu, semua orang tua harus mengandalkan kesetiaan Allah untuk memberi mereka anak. Sebab, hanya Allah yang memberi kehidupan, dan—pada akhirnya—anak-anak itu bukan milik kita untuk kita pertahankan.
Oh, seandainya kita—dengan iman Hana—membesarkan mereka untuk dikembalikan ke dalam pelayanan Tuhan, apa pun rencana-Nya bagi mereka!
Ibu Rufus: Seorang Model Ibu Baru
Disebutkan tanpa nama, dan hanya menempati ruang kurang dari setengah ayat dalam Kitab Suci, ibu Rufus adalah sebuah kesaksian yang indah tentang keluarga baru yang diciptakan di dalam Kristus. Paulus menuliskan salam pribadinya di akhir suratnya kepada jemaat di Roma, dan menyebut nama wanita ini: "Salam juga kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan kepada ibunya yang juga menjadi ibu bagiku" (Roma 16:13, AYT).
Dengan kedatangan Kristus, kemandulan tidak lagi menjadi kutukan. Kristus adalah Benih yang Dijanjikan itu dan Ia telah datang dan menjamin warisan kita. Warisan ini bukanlah tanah secara fisik, tetapi tanah secara rohani —tanah yang sama dengan yang dirindukan oleh para pria dan wanita yang setia dalam Perjanjian Lama: "mereka merindukan yang lebih baik, yaitu yang surgawi" (Ibrani 11:16, AYT).
Warisan dan keselamatan masih merupakan elemen keluarga, tetapi keluarga itu telah berubah. Yesus melembagakan tatanan keluarga yang baru: gereja (Matius 12:48-50). Ini adalah penghiburan yang manis bagi para wanita yang, seperti Hana, merindukan anak-anak yang tidak kunjung datang. Hal ini juga sangat berharga bagi setiap wanita di gereja yang dapat mengulurkan tangannya dalam keramahan, tangannya dalam doa, dan hatinya atau rumahnya dalam kebaikan dan penerimaan. Seperti ibu Rufus, yang menjadi ibu bagi rasul Paulus selama perjalanannya, setiap wanita di gereja dapat menjadi ibu rohani di dalam tubuh Kristus bagi mereka yang membutuhkannya.
Maka, para ibu di dalam gereja adalah bagian penting dari kehidupan orang Kristen—mendorong dan memuridkan (Titus 2:4-8), memperhatikan mereka yang membutuhkan (1 Timotius 5:10), dan menggunakan berbagai karunia yang mereka miliki untuk memelihara seluruh tubuh (1 Korintus 12). Sungguh suatu kehormatan!
Ketika kita merenungkan kehidupan iman kita, marilah kita memuji Allah atas semua ibu yang telah Ia berikan kepada kita dan bersukacita karena Ia memberi kita kesempatan untuk merawat umat-Nya, keluarga Allah.
(t/Jing-jing)
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Core Christianity |
Alamat situs | : | https://corechristianity.com/resources/articles/mothers-in-the-bible-and-why-they-matter- |
Judul asli artikel | : | Mothers in the Bible (And Why They Matter) |
Penulis artikel | : | Mary Van Weelden |
Tanggal akses | : | 31 Mei 2024 |
Komentar