Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
Manusia Baru (Galatia 3:28)
Kristus sudah bangkit! Akibat kebangkitan Kristus, Roh Kudus dicurahkan untuk melanjutkan karya keselamatan Ilahi. Apa makna kebangkitan Yesus? Apa arti kebangkitan Yesus bagi kita di Indonesia saat ini? Merenungkan makna kebangkitan Yesus menggetarkan hati. Salah satu makna kebangkitan Kristus adalah pengharapan manusia baru, di mana tidak ada lagi diskriminasi etnis atau suku bangsa, diskriminasi gender, perbedaan status sosial. Pengertian manusia baru sangat penting di Indonesia saat ini. Kita hidup dalam suasana dan kondisi hubungan antarsesama "kita-mereka" yang tajam. Fragmentasi sosial membelah masyarakat Indonesia. Kita berbeda dengan mereka dan mereka berbeda dengan kita. Perbedaan ini menyebabkan terjadinya relasi kita-mereka. Manusia dilihat dengan kacamata kita-mereka. Kita dan mereka berbeda kelompok etnisnya. Kita ini kelompok etnis atau suku bangsa yang lebih istimewa, lebih super dibanding mereka. Jadi, kita jangan bergaul dengan mereka. Bahkan bila perlu, kita bunuh saja mereka. Kekerasan fisik antarkelompok etnis merupakan persoalan nyata di Indonesia.
Perbedaan gender adalah persoalan lain. Kita laki-laki dan mereka perempuan. Ada satu organisasi Kristen yang akan memilih pemimpin baru. Sebenarnya, ada satu calon pemimpin yang sangat tepat dengan kemampuan hebat. Tetapi calon ini tidak dipilih. Mengapa? Karena ia seorang perempuan. Perempuan sering tidak diberi kesempatan sama dengan laki-laki. Kita laki-laki, mereka perempuan. Diskriminasi lain adalah status sosial. Jurang kaya-miskin di Indonesia sangat mencolok. Kita kaya, mereka miskin. Bagi sebagian orang, makan ayam goreng merupakan suatu kemewahan. Sementara bagi sebagian orang yang lainnya, gonta-ganti mobil seperti mengganti pakaian saja. Hubungan manusia dilihat dengan kacamata kita-mereka.
Pada zaman Tuhan Yesus, masalah kelompok etnis, gender, dan status sosial juga terjadi. Bangsa Yahudi menganggap bangsa lain adalah bangsa kafir. Merekalah bangsa pilihan Allah. Suku bangsa lain bukan umat pilihan. Perempuan mendapat posisi yang tidak menguntungkan dalam masyarakat Yahudi. Rabi Yahudi dalam doanya bersyukur bahwa ia tidak dilahirkan sebagai perempuan. Status sosial kaya-miskin, khususnya budak dan orang merdeka jelas terlihat. Budak dipandang sebagai benda bukan manusia. Dalam konteks dan situasi demikian, Yesus membawa pengharapan baru, pengharapan manusia baru. Yesus tidak melihat sesama manusia dalam kacamata kita-mereka.
Ketika Tuhan Yesus ditanya siapakah sesamaku manusia? Tuhan Yesus menunjuk orang Samaria sebagai sesama manusia (Lukas 10:29). Kenapa Samaria? Rupanya orang Yahudi dan orang Samaria terlibat konflik dan permusuhan yang berlangsung ratusan tahun. Hubungan kita-mereka tajam sekali. Orang Yahudi yang tinggal di daerah Galilea, jika pergi ke Yerusalem harus melewati tanah Samaria. Tetapi orang Yahudi lebih baik mengambil jalan memutar yang lebih jauh, ketimbang menginjak tanah samaria. Mengapa konflik kita-mereka -- Samaria dan Yahudi terjadi? Ketika bangsa Israel dibuang ke Babilonia, penduduk yang dibawa adalah yang pintar dan kuat -- Israel, sementara yang lemah ditinggalkan -- Samaria (2 Raja-Raja 24:14), orang miskin ditinggalkan, sementara orang kaya dibawa ke pembuangan Babilonia (2 Raja-Raja 25:12).
Untuk mengisi kekosongan penduduk, raja Asyur memindahkan orang dari Babel ke kota-kota Samaria (2 Raja-raja 17:24). Dalam pandangan orang Yahudi, penduduk Samaria tidak lagi murni Yahudi -- orang Babel bukan, orang Yahudi juga bukan. Mereka telah tercemar dan tidak murni lagi. Jadi, orang Samaria adalah orang lemah, miskin, dan tercemar. Tidak heran ketika orang Israel kembali dari pembuangan ke Palestina, mereka memandang rendah orang yang tinggal di Palestina. Kitab Ezra dan Nehemia melaporkan konflik yang terjadi antara Samaria dan Yahudi. Kita Yahudi, mereka Samaria. Orang Yahudi memandang orang Samaria sebagai "orang bodoh", "penyembah berhala". Para rabi Yahudi melihat orang Samaria sebagai "orang murtad", "ditakdirkan di neraka".
Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Mereka tidak berbicara satu dengan yang lainnya. Ketika Tuhan Yesus menyatakan orang Samaria sebagai sesama manusia, orang Yahudi sangat terkejut. Sebenarnya, orang Samaria dan orang Yahudi tidak jauh berbeda (Yohanes 4:9). Keduanya percaya pada satu Allah, setia pada Taurat, dan melakukan sabat, sunat, dan merayakan hari-hari raya seperti Paskah, Pentakosta. Perbedaan keduanya adalah tempat ibadah. Dalam pandangan Yahudi, orang Samaria dianggap lemah, miskin, dan tercemar, sehingga orang Yahudi tidak mau beribadah satu tempat. Orang Samaria beribadah di gunung Gerizim, sedang orang Yahudi beribadah di Yerusalem. Tuhan Yesus sengaja melintasi tanah Samaria, bahkan Tuhan Yesus berbicara dengan seorang perempuan Samaria. Yesus juga tinggal dua hari di tanah Samaria (Yohanes 4:40), makan dan minum bersama orang Samaria. Hal ini tentu saja membuat murid-murid Yesus heran (Yohanes 4:27). Bagi Yesus, hubungan manusia tidak dilihat dalam konteks kita-mereka.
Makna kebangkitan Yesus adalah hilangnya kacamata kita-mereka. Kita tidak lagi melihat sesama manusia dengan pandangan kita-mereka. Komunitas Kristen harus mendemonstrasikan kepada dunia suatu hubungan baru di dalam jemaat, di mana tidak ada kebencian etnis, pelecehan gender, dan perbedaan status sosial. Manusia baru, di mana Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu, karena semua orang percaya adalah satu di dalam Kristus. Komunitas Kristen harus menampakkan relasi sesama manusia baru sebagai saudara dalam Kristus. Dengan jalan demikian, dunia tahu dan mengerti makna dan arti kata saudara. Jika orang Kristen tidak memperlihatkan kepada dunia arti kata saudara, maka dunia tidak akan mengerti arti persaudaraan sejati.
Mengasihi sesama berarti tidak melihat manusia dengan kacamata kita-mereka. Inilah tugas orang Kristen, tugas moral sosial gereja. Dari sinilah peran etika sosial gereja berangkat. Inilah arti kebangkitan Yesus. Manusia baru melihat manusia berasal dari satu sumber yakni Adam, sehingga semua manusia memiliki hak sama untuk mendengar Kabar Baik Kristus. Ada satu kesaksian dari suku Manobo di Filipina, dalam buku "Sampah Menjadi Persembahan". Suku Manobo dianggap sebagai suku sampah. Sampah karena orang Manobo suka mabuk, judi, malas, gosip, dan bertengkar. Orang Manobo bodoh, malas, miskin, keras kepala, suka mencuri. Apa yang diharapkan dari mereka? Tidak ada. Tidak ada yang mau bergaul dengan mereka. Tetapi Tuhan Yesus mengasihi mereka dengan mengutus hambanya -- seorang wanita -- dari Gereja BNKP di Nias, yang tidak melihat manusia dalam perspektif kita-mereka untuk melayani suku ini. Ketika kasih Yesus menjamah suku Manobo, terjadi perubahan yang luar biasa, sehingga mereka menjadi manusia baru. Sebelum mengenal Injil, cita-cita anak Manobo hanya satu, kawin! Setelah menerima Injil, mereka memiliki cita-cita yang luar biasa. Ada harapan hidup. Tidak hanya itu. Mereka rajin memberitakan kasih Yesus -- tidak hanya kepada suku Manobo, tetapi juga kepada suku lain yang selama ini memandang mereka sangat rendah. Suku Manobo tidak lagi melihat sesama manusia dengan kacamata kita-mereka.
Mungkin kacamata kita-mereka yang kita kenakan selama ini terlalu tajam memilih manusia. Mengapa? Injil Kristus tidak kita beritakan kepada mereka, karena kuasa kebangkitan Kristus Yesus tidak menghangatkan hati kita ketika melihat sesama manusia. Jadi, marilah kita melihat sesama manusia dengan kacamata Kristus. Lihatlah sesama manusia seperti Kristus melihat manusia.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buletin | : | Partner, Tahun XXIII, Edisi HUT ke-40, Tahun 2009 |
Judul artikel | : | Manusia Baru (Galatia 3:28) |
Penulis | : | Pdt. Armand Barus |
Penerbit | : | Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab |
Halaman | : | 3 -- 5 |
Komentar