Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Orang-Orang Majus dari Timur (II)

Orang-orang majus memunyai reputasi sebagai para maestro pengetahuan yang hebat -- bahkan Plato, seorang filsuf Yunani, ingin berkunjung dan belajar dengan mereka. Namun secara bertahap, gambaran tentang 'para orang bijak' ini sebagai cendekiawan kalangan atas berubah ketika mereka mendalami seni tersembunyi dan misterius, astrologi, ilmu sihir, dan okultisme. Orang-orang Yahudi dan jemaat Kristen mula-mula menentang keterlibatan dalam bermacam praktik sihir, karena hal-hal itu berhubungan dengan roh-roh jahat dan kekuatan-kekuatan adikodrati lainnya yang bertentangan dengan Kristus dan bala tentara kebaikan dari surga. Kenyataannya, satu-satunya penggunaan istilah 'majus' lainnya dalam Perjanjian Baru ada di Kisah Para Rasul 13:6,8 yang diterjemahkan sebagai 'tukang sihir' dan digunakan untuk menggambarkan Baryesus, seorang nabi palsu agama Yahudi.

Meskipun ada aura negatif yang melekat pada beberapa orang majus, mereka yang di Persia tampaknya telah mempertahankan level integritas yang lebih tinggi dan penekanan yang lebih besar pada kajian akademis daripada pada ilmu hitam. Gambaran orang-orang majus di Matius cukup positif, jadi tampaknya masuk akal untuk beranggapan bahwa mereka adalah para cendekiawan sekaligus imam yang memelihara standar paling tinggi dalam pekerjaan mereka.

Orang-orang majus yang pandai juga telah berkenalan dengan astrologi dan bidang-bidang pengetahuan lainnya yang berhubungan dengan bintang-bintang. Astrologi -- kepercayaan bahwa pergerakan bintang-bintang dan planet-planet memengaruhi nasib seseorang -- dan astronomi sangat berkaitan erat di masa kuno.

Tidak seperti bangsa Arab dan Babilonia yang minat agamawi utamanya terletak pada astrologi, bangsa Persia memusatkan iman dalam kepercayaan Zoroaster, seorang nabi Persia kuno. Asal-usulnya tidak diketahui, namun beberapa sejarawan telah mengidentifikasinya sebagai pendiri kasta majus sekitar tahun 1000 SM.

Pada zaman kelahiran Kristus, para imam Zoroastrian di Persia mengajarkan bahwa ada satu dewa tertinggi. Mereka percaya ada dua pencipta di alam semesta, satu baik dan satu jahat, dan dua kekuatan ini senantiasa bertarung. Roh kebaikan seolah memenangi pertarungan. Namun sebelum kejayaannya, kekuatan jahat akan berhimpun, dan roh kebaikan perlu mengutus seorang Juru Selamat -- atau Sosiosh -- untuk meraih kemenangan akhir. Juru Selamat ini diyakini para penganut Zoroaster akan dilahirkan secara adikodrati oleh seorang perawan, menyembuhkan dunia dari segala perselisihan, lalu memerintah selama seribu tahun.

Jelas ada banyak kemiripan antara penantian bangsa Persia akan Juru Selamat dan kedatangan Mesias Ibrani yang sebenarnya. Jadi, jika 'para orang bijak' dalam Injil Matius benar-benar orang-orang majus dari Persia, secara alamiah mereka mampu menerima Yesus sebagai Juru Selamat dunia.

Ada bukti kuat lain bahwa tanah Persia adalah asal-usul orang-orang majus. Katakombe, tempat persembunyian umat Kristen mula-mula selama masa ancaman oleh pemerintahan Romawi, memunyai lukisan dinding yang menggambarkan para orang bijak dengan topi runcing khas yang juga disebut 'topi Frigia' atau 'topi kebebasan'. Mereka juga ditampilkan memakai jubah pendek, rompi pendek yang disebut klamis, dan sepatu dengan kaus kaki khusus. Kostum ini mengingatkan kepada pakaian nasional Persia pada masa itu.

Dengan demikian tidaklah mungkin bahwa orang-orang majus yang tiba di Palestina kuno sekitar dua ribu tahun lalu adalah 'tiga raja dari Timur' yang kita nyanyikan dalam lagu-lagu Natal. Beberapa orang menganggap para orang bijak ini raja dengan menerapkan ayat Perjanjian Lama seperti Mazmur 72:10 dan Yesaya 49:7 terhadap mereka. Akan tetapi, besar kemungkinan mereka adalah para imam Persia, yang menguasai astrologi dan astronomi, tetapi juga terlibat dalam penantian mesias menurut ajaran Zoroastrian. Mereka mungkin memunyai sedikit pengiring atau bahkan tidak sama sekali dan berjalan dalam rombongan yang relatif kecil menuju Yerusalem.

Sekarang saat yang tepat untuk memperbaiki beberapa kesalahpahaman lain yang populer. Meskipun banyak kartu Natal menampilkan para gembala menyembah kanak-kanak Kristus bersama orang-orang majus di samping mereka dan Bintang Betlehem sebagai latar belakang, para gembala tidak pernah melihat bintang tersebut. Orang-orang majus datang lebih belakangan daripada para gembala -- mungkin beberapa bulan berikutnya -- dan mereka melihat Yesus di sebuah rumah, bukan di palungan.

Berapa jumlah orang majus juga tidak bisa dipastikan meskipun kita selalu mendengar tentang 'tiga raja'. Mereka membawa tiga persembahan: emas, kemenyan, dan mur, sehingga mula-mula ada anggapan bahwa paling tidak seorang majus membawa satu persembahan. Namun beberapa penulis Suriah beranggapan bahwa sebenarnya ada dua belas majus, sedangkan spekulasi lain menyebutkan ada empat atau dua. Pengaruh tradisi gereja Barat mempertahankan jumlahnya tiga sejak pertengahan abad kedua.

Mereka dinamai Gaspar, Melkhior, dan Baltazar pada abad keenam, namun keputusan itu tampaknya tidak memiliki landasan fakta sejarah. Lagi pula, gagasan bahwa mereka melambangkan kelompok etnik Eropa, Semit, dan Afrika -- dan kesimpulan logis selanjutnya, bahwa salah seorang dari mereka berkulit hitam -- hanyalah khayalan.

Kesimpulan yang terbaik: jika Anda bisa berdiri di tembok Yerusalem sekitar dua ribu tahun yang lalu pada jam-jam kedatangan mereka, Anda tidak akan pernah melihat tiga raja berpakaian mewah dan indah berjalan secara elegan menuju kota dari arah yang berlainan dengan bala tentara pengawal. Alih-alih, Anda mungkin melihat tiga atau lebih pria dengan topi runcing khas, rompi aneh, dan jubah, berjalan kaki dengan sejumlah kecil pengiring, itupun jika ada. Boleh jadi hanya ada sedikit perhatian terhadap mereka karena mereka orang asing.

Percakapan singkat akan memperlihatkan mereka imam-imam Persia yang cukup terpelajar, yang mempelajari secara mendalam langit dan astrologi, namun juga memunyai kepercayaan kuat terhadap ajaran Zoroastrian. Mereka tahu waktunya sudah tiba untuk kedatangan seorang Juru Selamat, atau Sosiosh, yang akan dilahirkan secara adikodrati oleh seorang perawan. Mereka akan berkata telah melihat 'bintang-Nya di Timur' dan kini terburu-buru untuk menemukan dan menyembah-Nya. Karena latar belakang pendidikan mereka, Anda akan tahu bahwa pengamatan bintang mereka bisa berarti banyak hal -- keanehan astronomis seperti meteor, pertanda astrologis seperti konjungsi, atau sesuatu yang benar-benar adikodrati sehingga kepercayaan bangsa Persia mungkin telah mempersiapkan mereka untuk menerimanya.

Namun Anda tidak akan melihat bintang itu. Kenyataannya, tidak ada seorang pun di Yerusalem mengerti apa yang dikatakan oleh para pendatang karena tidak ada laporan tentang peristiwa astronomi yang aneh atau penting. Orang-orang asing itu terus mencari perhatian atas misi mereka, dan secara bertahap tersiar kabar bahwa orang-orang majus dari Persia ini menciptakan sebuah kehebohan.

Mungkin agak aneh bahwa mereka bertanya tentang kelahiran seorang 'Juru Selamat' atau 'Raja Yahudi' dalam kerangka kepercayaan Zoroastrian mereka. Namun mereka pastilah orang-orang pandai dan pencarian mereka akan 'Sosiosh' terdengar seperti gagasan bangsa Ibrani tentang Mesias, sehingga membuat lebih dari seorang ahli agama Yahudi bangkit dan menaruh perhatian.

Jadi, bukanlah penampilan luar biasa orang-orang majus maupun rombongan mereka yang menghebohkan yang membawa mereka ke hadapan raja yang berkuasa di Yudea. Alih-alih, pertanyaan provokatif dan repetitif yang mereka lontarkan yang pada akhirnya menarik perhatian Raja Herodes. (t/Dicky)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : The Return of the Star of Bethlehem
Judul asli artikel : Gurus From the East
Penulis : Ken Boa dan William Proctor
Penerbit : Zondervan, Michigan 1980
Halaman : 23 -- 26
Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar