Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
Pelayanan
"... Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya." (1 Korintus 7:22)
Sebagai seorang misionaris baru, kami menerima banyak nasihat tentang melayani. Hingga akhirnya Yun Ssi berada di rumah kami, di Korea, selama 6 tahun. Dari pembantu wanita kecil yang tidak pernah bersekolah ini, saya belajar tentang pelayanan.
Kegagalan Yun Ssi melahirkan anak membuat dia harus mengakhiri pernikahannya dengan pria yang dia cintai. Secara hukum, dia dapat mengangkat anak-anak suaminya, tetapi dia memilih untuk tidak menyakiti ibu mereka. Sebaliknya, dia mencurahkan naluri keibuannya kepada keempat anak kami. Kesabarannya bisa membuat anak-anak kami manja.
Ketika saya pulang dari rumah sakit setelah melahirkan anak ketiga kami, dia berkata, "Saya tadinya berharap Anda memunyai anak kembar, satu untuk Anda dan satu untuk saya," tanpa memikirkan popok tambahan yang akan diperlukannya.
Sesegera mungkin, dia menggendong bayi kami di punggungnya, gaya "obo", sambil mencuci piring dan mengepel lantai. Kata pertama yang diucapkan Bobby, bayi kami, adalah "obo".
Suatu ketika saya dan suami saya ke luar negeri selama sebulan. Teman-teman misionaris dengan sukarela menjaga anak-anak dan bayi kami. Yun Ssi terlihat sangat terluka. Kami meninggalkan Beth, anak kami yang berusia 2 tahun, bersamanya. Bahkan, untuk masalah kecil seperti masalah iritasi karena popok, Yun Ssi memanggil seorang sopir untuk mengantarkannya dan Beth ke seorang dokter misionaris.
Yun Ssi meminta maaf karena tidak bisa berbahasa Inggris. "Itu lebih baik," kata kami kepadanya. "Engkau membantu kami belajar bahasa Korea." Jadi, ketika seorang anak kami minta minum, Yun Ssi mengulanginya dalam bahasa Korea yang sama artinya namun dalam bentuk lagu, dia menolak memenuhi permintaan itu hingga anak kami meminta lagi dalam bahasa Korea. Di luar rumah, dia membuat permainan menghitung tonggak pagar. Dia berbicara ketika anak-anak membantu dia memasak. Ketika kami tidak mengerti, dia mengulangi lagi sampai kami mengerti. Dia menjelaskan budaya Korea dan menengahi kami ketika kami salah.
Bila ada piring yang pecah, Yun Ssi akan jujur mengatakannya kepada saya. Dia tidak pernah mengambil apa pun dari kami, meskipun rumah kami tampak kaya. Tugas-tugas rutin dan yang tidak menyenangkan menjadi pelayanannya. Ketika listrik padam, dia mencuci pakaian kami di sungai. Dia menggosok lantai vinil kami setiap hari untuk menghilangkan jelaga. Setelah air kamar mandi mati berhari-hari dia membersihkan kamar mandi dengan ceria.
Yun Ssi selalu ada jika dibutuhkan dan pekerjaannya selalu selesai. Bila dia tidak yakin tentang sesuatu, dia bertanya. Dia tidak mengambil perasa makanan untuk kue apel atau menggunakan satu kaleng lilin impor untuk membersihkan lantai sekaligus, seperti yang dilakukan oleh para pembantu lainnya.
Yun Ssi menyaksikan kekurangan-kekurangan dalam keluarga yang biasanya menjadi gosip murahan, namun dia menceritakan tentang kami secara lebih baik dari yang seharusnya kami terima.
Imannya sederhana, personal, dan nyata. Dia dengan rajin membuka Alkitabnya setiap hari, untuk membaca "kata-kata Yesus untuk saya," meskipun dia hanya mendapat sedikit pelajaran membaca saat masih kecil dari seorang guru yang patut dihormati. Orang tuanya berkata, "Kamu harus belajar membaca, meskipun kamu adalah seorang gadis."
Ketika keluarga kami pulang pada Sabtu tengah malam setelah pelayanan sosial misi, coklat panas telah menunggu kami. Ketika kami pergi berlibur selama musim hujan dengan bayi kami yang terkena disentri, Yun Ssi menyetrika popok bayi kami supaya kering. Lama ketika kami kembali lagi ke Korea, dia tidak bisa meninggalkan majikan barunya, tetapi setiap beberapa minggu, setelah bekerja seharian, dia datang ke rumah kami dengan naik bus -- dan mencuci piring dan membuat kue sambil berbincang-bincang.
Tidak lama sebelum kami meninggalkan Korea, Yun Ssi memandang kami dan menjelaskan, "Saya tidak akan ikut ke bandara karena saya akan menangis." Bahkan ketika dia berbicara, air mata mulai menetes -- dan dia mulai terisak. Ketika dia melepas kaos kakinya untuk mengusap air matanya, saya mengulurkan saputangan kusut saya kepadanya dan meyakinkan dia bahwa saya memahaminya. Tetapi di bandara dia menyelipkan sapu tangan yang telah dicuci bersih ke tangan saya dan mengikuti kami selama masih diperbolehkan. Air mata dan pelukan berbaur menjadi satu. Tidak seorang pun dari kami akan pernah melupakan Yun Ssi. Perasaannya pada kami adalah kasih yang sejati, pengabdian yang sejati, pelayanan yang sejati.
Yun Ssi adalah sahabat yang baik. Perjanjian Baru sendiri memberikan contoh tokoh-tokoh yang melayani Kristus, seperti Paulus, Timotius, Titus, Musa, Yakobus, Petrus, dan Yohanes. Kristus yang menjadikan diri-Nya sendiri "sebagai seorang hamba". Suatu hari saya berharap akan mendengar, dengan Yun Ssi, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia." (t/Ratri)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Judul buku: Close to Home | : | A Daily Devotional for Women by Women |
Judul artikel | : | September 27: Servanthood |
Penulis | : | Madeline S. Johnston |
Penyunting | : | Rose Ortis |
Penerbit | : | Review and Herald Publishing Association |
Halaman | : | 308 -- 309 |
Komentar