Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Perjodohan

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang mengatakan bahwa jodoh itu di tangan Tuhan sehingga tak jarang pula kita jumpai orang yang hanya pasif dalam menantikan jodoh atau pasangan hidupnya. Sebenarnya bagaimana pandangan kita sebagai orang Kristen menyikapi pendapat yang seperti ini? Anda penasaran? Segera saja simak cuplikan perbincangan dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. mengenai perjodohan atau pasangan hidup. Selamat menyimak!

Tanya:

Bagaimana pandangan iman Kristen tentang perjodohan atau jodoh itu?

Jawab:

Pada dasarnya kita harus kembali pada konsep tentang maksud "jodoh di tangan Tuhan". Alkitab tidak memberi kriteria yang spesifik tentang jodoh kita. Bahkan kalau kita mau melihat dengan seksama, Alkitab tidak secara langsung menceritakan kisah dimana Tuhan menentukan jodoh orang. Yang kita ketahui dengan pasti pada saat Tuhan campur tangan dan menentukan jodoh secara langsung untuk seseorang adalah dalam kisah Ishak yang akhirnya menikah dengan Ribka, hanya dalam kisah itu saja. Seolah-olah memang Tuhan memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih jodohnya dengan menggunakan prinsip-prinsip atau kriteria yang Tuhan sudah tentukan untuk kita.

PRINSIP PERTAMA, kita ambil dari 2 Korintus 6:14, "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" Jadi Tuhan menghendaki agar kita menjalin hubungan yang akrab, membentuk pasangan yang kuat dengan yang seiman sebab bagaimanakah mungkin kita dipersatukan dengan yang tidak seiman? Saya juga akan bacakan 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." Dari ayat ini disimpulkan bahwa sebagai orang Kristen kita adalah ciptaan baru di dalam Tuhan dan seharusnyalah kita pun bersatu dengan ciptaan baru yang juga di dalam Tuhan. Ayat-ayat ini cukup kuat apalagi ditambah dengan 1 Korintus 7:39, Istri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya. Sekali lagi ditekankan bahwa kita menikah dengan yang percaya pada Tuhan Yesus. Jadi prinsip pertama adalah Tuhan menghendaki kita menikah dengan sesama orang percaya.

PRINSIP KEDUA juga dari 1 Korintus 7:39, kita diberi kebebasan untuk menikah dengan siapa saja yang kita kehendaki (maksudnya dengan orang percaya), artinya yang sesuai dengan selera kita. Jadi kita tidak harus menikah dengan tipe tertentu! Kita ini masing-masing mempunyai keunikan dan selera yang juga unik dan berbeda.

PRINSIP KETIGA diambil dari Kejadian 2, yaitu Tuhan meminta kita memilih istri atau suami yang juga sepadan dan cocok dengan kita, artinya yang pas menyangkut kecocokan sifat dan karakteristik. Alkitab hanya memberi kita tiga pedoman dalam mencari jodoh.

Jadi dalam masa berpacaran kita perlu meminta hikmat Tuhan agar bisa melihat jelas apakah orang ini cocok atau tidak dengan kita. Konsep bahwa perjodohan di tangan Tuhan adalah benar, tapi dalam prosesnya Tuhan meminta kita memperhatikan ketiga prinsip tersebut.

Tanya:

Dalam menentukan jodoh, banyak orang yang meminta tanda dari Tuhan, misalnya kalau orangtuanya menghendaki berarti merupakan pertanda bahwa hubungan mereka memang dikehendaki Tuhan. Bagaimana dengan pemikiran seperti itu?

Jawab:

Ada bahaya kalau kita sedikit-sedikit meminta tanda dari Tuhan. Kalau kita meminta tanda dari Tuhan, mintalah tanda yang mustahil dilakukan manusia dan hanya Tuhan yang bisa lakukan. Contohnya Gideon, tanda yang diminta Gideon adalah tanda yang berlawanan dengan hukum alam. Memang pada umumnya Tuhan tidak turut campur tangan dengan memberikan tanda-tanda khusus dalam mencari jodoh, tetapi Tuhan memimpin kita melalui hikmat. Seringkali manusia sebetulnya cukup melihat tapi tidak memiliki hikmat untuk mau mengakuinya.

Tanya:

Ada orang yang berpikiran atau berpendapat bahwa jodoh itu nanti Tuhan sendiri yang akan memberikan. Bagaimana dengan pendapat itu?

Jawab:

Ini juga kesalahan konsep, kita tidak sepasif itu. Dalam mencari rumah, kita tidak pasif, bukan? Kita akan mencari rumah yang cocok. Dengan kata lain Tuhan mengharapkan kita berfungsi secara normal untuk halaktivitas yang memang harus kita lakukan, termasuk aktivitas mencari jodoh. Kalau rumah kita cari, pekerjaan kita cari, jodoh tidak kita cari saya rasa itu pengertian yang tidak pas.

Tanya:

Sekarang ada banyak program yang diadakan untuk mempertemukan orang-orang yang belum menikah dan sebagainya, bagaimana dampak sebenarnya?

Jawab:

Hal itu saya rasa baik, tetapi saya minta untuk tetap dalam konteks yang seiman (prinsip-prinsip tadi harus tetap menjadi acuan yang kuat). Jadi jangan sampai kita juga sembarangan mengikuti biro jodoh-biro jodoh. Kita bisa mengikuti yang diadakan gereja kita, misalnya, itu lebih baik.

Sumber :
[[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #24B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-Mail,
silakan kirim surat ke: owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: TELAGA@sabda.org > ]]

Diambil dari: TELAGA - Kaset T024B (e-Konsel Edisi 057)

Dipublikasikan di: http://c3i.sabda.org/15/feb/2004/konseling_perjodohan

Tipe Bahan: 
kategori: 

Komentar