Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
Bagaimana dengan Pembatasan Jumlah Anak ...?
Pada satu sisi, fakta bahwa pembatasan jumlah anak kembali menjadi suatu topik yang dibahas di gereja merupakan suatu pertanda yang bagus. Orang-orang Kristen tidak lagi serta merta menganggap bahwa suatu praktik yang tersebar luas di dunia pasti baik.
Namun, sesuatu hal juga jangan lantas dianggap sebagai sesuatu yang salah hanya karena sesuatu itu banyak dilakukan oleh orang non-Kristen. Jadi, bagaimanakah kita menanggapi pertanyaan di atas?
Langkah pertama adalah melihat apakah Alkitab secara langsung mengajarkan masalah tersebut. Jelas bahwa Injil melarang cara-cara tertentu pembatasan jumlah anak. Mulai dengan yang paling jelas, kita dilarang membunuh bayi dan melakukan aborsi. Alkitab melarang segala jenis praktik semacam itu dengan tegas -- "Jangan membunuh". Apa yang banyak orang tidak sadari adalah bahwa perintah itu tidak bertentangan dengan pemakaian alat-alat tertentu dalam rangka membatasi jumlah anak, seperti "pil kontrasepsi" atau IUD (Intra Uterine Device). Keduanya merupakan alat yang mencegah terjadinya pembuahan pada sel telur yang subur, dan karenanya alat itu tidak mengganggu hidup manusia.
Namun, bagaimana dengan alat pembatasan jumlah anak yang lain? Apakah Alkitab menjelaskan sesuatu tentang legalitas pasutri yang membatasi jumlah atau merencanakan jarak kelahiran anak-anak mereka? Jawabannya bisa ya bisa tidak. Alkitab sama sekali tidak menyebutkan bahwa membatasi jumlah anak itu tidak sah. Pada saat yang sama, kini sebagian besar pembatasan jumlah anak yang dilakukan adalah berdosa dalam motivasi dan penerapannya. Untuk memahami hal ini, kita harus terlebih dahulu melihat subjek terkait.
Meskipun Alkitab tidak membahas pembatasan jumlah anak, Alkitab banyak mengajarkan tentang anak-anak dan keluarga. Jadi, sebelum kita bertanya apakah praktik pembatasan jumlah anak itu sah atau tidak, kita perlu bertanya apakah tindakan tersebut muncul dari satu pemahaman dan kepatuhan terhadap ajaran Alkitab tentang berkat bagi keluarga. Dan karena situasinya bervariasi, terkadang memang benar bahwa pembatasan jumlah anak muncul dari pengertian terhadap ajaran Alkitab, tetapi sering kali juga tidak.
Mari kita mulai dengan satu contoh situasi di mana penggunaan alat pembatasan jumlah anak itu tidak alkitabiah. Misalnya pasutri berpikiran seperti ini: "Kamu tahu, anak-anak itu suka berkelahi, karier kita berdua baru menanjak sekarang, dunia benar-benar sudah penuh, dan selain itu, kita kan bisa menghentikan pemakaian pil kontrasepsi kapan-kapan." Tidak ada yang lebih jelas terlihat selain daripada fakta yang menyatakan bahwa pasangan ini sudah diliputi pandangan duniawi.
Contoh yang berlawanan: "Tuhan dengan penuh kasih telah mengaruniai kita enam anak, dan mereka semua menyenangkan. Tapi akhir-akhir ini kami mempertimbangkan untuk memakai alat kontrasepsi karena semakin hari semakin sulit merawat mereka -- dan biaya pendidikan untuk sekolah swasta yang alkitabiah juga sangat mahal (atau waktu yang dihabiskan demi pendidikan alkitabiah di rumah) juga sangat banyak."
Asumsi pasangan kedua mungkin saja salah (mengenai kemampuan mereka untuk merawat tujuh anak, misalnya). Namun, kesalahan asumsi ini tidak sama dengan betapa berdosanya dan tidak patuhnya perilaku yang ditunjukkan oleh pasangan pertama. Sebaliknya, kita melihat suatu keluarga yang percaya bahwa anak-anak adalah anugerah, dan mereka telah bertindak tepat.
Karena Alkitab sendiri tidak mengatakan apa-apa tentang pembatasan jumlah anak, kita harus menilai apakah tindakan tersebut dimotivasi oleh perilaku yang alkitabiah terhadap anak-anak dan keluarga atau tidak.
Beberapa orang memperdebatkan bahwa tindakan Onan yang membuang maninya kitab Kejadian adalah contoh sikap Tuhan terhadap pembatasan jumlah anak. Melalui kejadian itu, intinya (tentang apa motivasi utamanya) diperkuat. Hal yang tidak bisa diterima dari tindakan Onan adalah usaha yang dilakukannya secara sengaja untuk tidak memberi keturunan pada almarhum kakaknya. Dengan kata lain, penghukuman jatuh kepadanya karena motivasinya jahat. Akibatnya, orang-orang yang melakukan pembatasan jumlah anak dengan motivasi yang tidak benar akan bernasib seperti Onan. Memang perlu kebijaksanaan untuk menghubungkan motivasi jahat Onan dan motivasi pasangan ilahi yang membatasi jumlah anak untuk membuat jarak kelahiran anak-anak mereka dalam rangka memaksimalkan jumlah anak yang dapat mereka miliki (misalnya, karena ia harus melahirkan dengan cara Caesar). Jadi, selama tidak ada pengajaran yang jelas dalam Injil mengenai masalah tingkah laku moral dan etis, lebih baik kita berdiam diri. Kita tidak berhak menganggap sesuatu sebagai dosa hanya karena alasan bahwa kebanyakan orang yang melakukannya memiliki motivasi yang salah.
Namun ini tidak berarti bahwa pasutri Kristen yang membatasi jumlah anak bebas beranggapan bahwa mereka melakukan hal yang benar. Memang betul, seperti yang disebutkan di atas, bahwa seluruh masalah ini harus dipahami atas dasar motivasi kita. Adalah hal yang benar juga bahwa dalam bidang motivasi, kita bertanggung jawab kepada Tuhan dan hanya kepada-Nya. Masalah pembatasan jumlah anak bukanlah urusan hakim perdata atau penatua gereja. Jika perilaku yang tidak baik terhadap anak-anak dan keluarga terlihat dan tampak jelas, maka penatua gereja harus menegurnya. Tapi mereka harus menanganinya dengan cara yang sama seperti mereka menangani situasi lain yang hampir mirip (misalnya, seseorang yang memiliki perilaku yang tidak baik dengan alkohol -- alkoholnya sendiri pada dasarnya tidak salah, tapi itu bisa disalahgunakan).
Orang tua adalah pengurus di hadapan Tuhan, dan anak-anaklah yang dipercayakan kepada mereka. Beberapa orang tua mendapatkan anak-anak yang Tuhan berikan dan membesarkan mereka untuk melayani-Nya. Mereka sangat diberkati. Beberapa orang tua lain mungkin membatasi jumlah anak mereka tapi percaya bahwa anak-anak yang mereka punya adalah anugerah yang besar, dan mereka juga membesarkan mereka untuk melayani Tuhan. Orang tua ini pun diberkati Tuhan. Ketika Yesus mengajarkan perumpamaan tentang talenta, Dia tidak menyoroti perselisihan antara orang yang mendapatkan sepuluh talenta dan orang yang mendapatkan lima talenta.
Orang yang bermasalah (dengan tuannya, dan bukan dengan sesamanya pelayan) adalah orang yang takut dipercayai untuk memikul suatu tanggung jawab. Dia mengubur apa yang dia miliki ke dalam tanah dan dihukum oleh tuannya. Inilah yang sudah dan sedang dilakukan oleh banyak pasangan Kristen. Mereka tidak mau memikul tanggung jawab sebagai orang tua, tapi Tuhan telah mengatakan bahwa Dia membuat mereka satu untuk tujuan menciptakan keturunan ilahi (Maleakhi 2:15).
Jadi perdebatan modern kita tentang pembatasan jumlah anak sayangnya cenderung membahas tentang metode yang digunakan -- seolah-olah hamba yang malas yang bisa saja membenarkan dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa perbuatannya yang mengubur uang ke dalam tanah tidaklah berdosa. Cukup benar, tapi tidak tepat.
Tidak ada ayat dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa pembatasan jumlah anak itu berdosa. Jadi, salah jika kita mengatakan bahwa hal tersebut adalah dosa. Alkitab secara konsisten mengatakan bahwa anak-anak adalah anugerah dari Tuhan. Adalah dosa jika kita mengatakan atau bertindak seolah-olah mereka bukanlah anugerah dari Tuhan. (t/Setya)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul situs | : | Christian Moms of Many Blessings |
Judul asli artikel | : | So What About Birth Control ...? |
Penulis | : | Douglas Wilson |
Alamat URL | : | https://www.cmomb.com/so-what-about-birth-control/ |