Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
Biarkan Anak-Anak Anda Gagal
Anak saya memiliki rencana ambisius. Dia akan berhenti kuliah dan berfokus pada musiknya. Sepanjang hidupnya, saya telah mendesak dia untuk mencari untuk tujuan apa dia ciptakan dan mengejar apa yang Allah taruh dalam hatinya. Saya hanya tidak mengira bahwa inilah jawaban dia -- setidaknya saya tidak mengira bahwa jawaban itu berarti melewatkan kuliah. Namun, musik adalah gairahnya. Kuliah bukan. Dia telah membulatkan tekadnya.
Pada awalnya, saya tidak tahu bagaimana menanggapinya. Saya percaya anak-anak harus diperbolehkan untuk mengalami konsekuensi dari keputusan mereka, tapi taruhannya bisa lebih tinggi ketika mereka bertambah dewasa. Sekolah pukulan keras (pendidikan yang didapatkan seseorang dari pengalaman hidup yang pada umumnya negatif - Red.) memiliki kurikulum yang semakin sulit. Tapi karena pelajaran-pelajarannya teliti, saya mengatakan kepada anak saya bahwa jika ia sangat menginginkannya sampai ia ingin berusaha melakukannya sendiri - tanpa mengharapkan dukungan keuangan kami - ia mendapatkan restu saya.
Setelah sekitar enam bulan, ia menyadari betapa sulitnya untuk mencari nafkah dengan sebuah band, dan dia membuat keputusan lain. Dia masih akan terus mengejar mimpinya, tetapi ia juga akan mengembangkan rencana cadangan - termasuk mendaftar lagi di perguruan tinggi. Dia berpegang pada visinya, tetapi mengimbanginya dengan kenyataan.
Saya mungkin bisa memaksakan keputusan itu pada anak saya, tetapi itu tidak akan mengubah hatinya. Dia akan terus gelisah menantikan hari di mana ia bisa keluar dari rencana ayahnya bagi hidupnya. Sebaliknya, ia mendapat perspektif yang mengubah hidup pada realitas untuk mencapai tujuan.
Keputusan untuk menyelesaikan sekolah adalah keputusannya. Dan kali ini, ia termotivasi untuk melakukannya dengan baik di perguruan tinggi.
Pentingnya kegagalan
Mengizinkan anak-anak menghadapi konsekuensi dari pilihan mereka tidak harus dimulai dengan sesuatu yang signifikan seperti keputusan karier. Hal ini perlu dimulai jauh lebih awal. Ketika empat anak kami masih kecil, saya dan istri saya sering harus mengingatkan diri kami sendiri untuk tidak mematuhi dorongan alam kami untuk membereskan masalah mereka.
Belajar sebab dan akibat melalui keberhasilan dan kegagalan adalah bagian dari proses pendewasaan yang diperlukan. Intervensi dapat mengganggu proses tersebut. Anak-anak tidak bisa menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab tanpa gagal sesekali.
Salah satu cara menggunakan kegagalan untuk mengajarkan tanggung jawab kepada anak-anak kami adalah dengan mengharuskan mereka untuk memasang jam alarm mereka sendiri dan bangun ketika berdering. Kami sudah lelah membangunkan mereka dari tempat tidur setiap pagi dan memastikan mereka makan sarapan, berpakaian dan tidak ketinggalan bus. Dan, kami sudah lelah mengemudi mengantar mereka ke sekolah ketika mereka ketinggalan bus. Pada usia tertentu (sekitar 11 atau 12 tahun di keluarga kami) anak-anak harus mampu menangani tanggung jawab tersebut. Jadi, kami menerapkan aturan: Siapa ketiduran dan melewatkan sarapan atau ketinggalan bus akan menanggung konsekuensi - kelaparan sampai makan siang, penahanan setelah sekolah, tugas-tugas susulan.
Namun, kami memiliki dorongan yang kuat untuk melakukan intervensi - tidak ada orang tua yang senang melihat anak-anaknya berantakan - tetapi kami menolak. Tidak butuh waktu lama bagi anak-anak kami untuk belajar mendisiplinkan diri setiap pagi. Rasa tidak enak jangka pendek dari keputusan buruk mereka jauh lebih mudah pada mereka daripada pergumulan kekuatan jangka panjang yang dilalui oleh banyak keluarga. Kami tidak lagi punya argumen yang sengit atau mengomel. Hanya konsekuensi.
Belajar untuk berjuang
Kita merugikan anak-anak kita jika kita melindungi mereka atau meringankan konsekuensi dari pilihan mereka. Orang tua yang menulis catatan kepada guru menjelaskan mengapa anak mereka sekali lagi gagal menyelesaikan pekerjaan rumahnya, membuat anak seumur hidupnya mencari perlakuan istimewa - dan frustrasi ketika hal itu tidak dia peroleh. Orang tua yang mendorong anak mereka untuk mendapatkan peran utama dalam drama - bahkan jika dia tidak pantas untuk itu - menolak peluang anak untuk pertumbuhan yang terjadi melalui kegagalan dan kekecewaan.
Anak tidak pernah belajar bagaimana mengatasi hidup ketika orang tua melakukan semuanya dan membereskan untuk mereka. Mereka memasuki usia dewasa tanpa keyakinan bahwa mereka akan mampu menangani masalah apa pun yang akan terjadi.
Agar berhasil di dunia ini, anak-anak perlu tahu bagaimana berjuang. Mereka perlu belajar bagaimana bertahan untuk menang melalui berjuang-keras dan bagaimana menangani kekecewaan ketika kemenangan tidak diperoleh. Mereka perlu memahami bahwa mereka menuai apa yang mereka tabur dan bahwa hidup ini tidak selalu adil.
Untuk belajar hal-hal ini, mereka harus mengalami banyak benjolan dan memar. Beberapa diakibatkan oleh diri sendiri, dan ada yang disebabkan oleh dunia yang penuh dosa. Namun, semua luka mereka bisa menjadi pelajaran seumur hidup bagaimana untuk berdiri kuat.
Anak-anak Anda akan harus belajar pelajaran keras ini cepat atau lambat, dan lebih cepat lebih baik. Setelah mereka menjadi dewasa, dunia tidak akan membereskan kesalahan mereka, dan tidak akan merawat luka-luka mereka ketika mereka diperlakukan tidak adil. Jika mereka telah belajar kebijaksanaan dan tanggung jawab sejak awal, mereka akan menuai manfaatnya untuk seumur hidup.
Peran orang tua
Pekerjaan orang tua bukanlah untuk memastikan bahwa anak memiliki kehidupan yang mulus atau nyaman. Peran kita adalah untuk menempatkan pengamanan di sekitar mereka ketika mereka masih kecil untuk menjaga mereka dari bahaya utama; untuk secara bertahap memperluas perlindungan mereka ketika mereka dewasa; dan untuk membantu mereka bertumbuh menjadi pribadi yang Tuhan inginkan.
Anak yang pernah putus kuliah akhirnya mendapat gelarnya. Kemudian, sebagai orang yang baru menikah, dia bilang dia pindah ke Nashville, Tenn., untuk mengejar mimpi yang telah ditaruh Tuhan di hatinya. Saya tidak senang dengan keputusannya, tetapi saya tetap memberinya restu.
Ya, dia bisa saja gagal lagi, tetapi saya tahu itu tidak akan terjadi karena dia naif. Dari pengalaman sebelumnya, ia tahu apa yang diperlukan untuk berhasil. Dan, kedua kalinya dia benar-benar melakukannya. Dia sekarang menjadi penulis lagu yang sukses - dan berdiri teguh di tengah cobaan-cobaan dalam hidup.(t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Focus on the Family |
Alamat URL | : | http://www.focusonthefamily.com/parenting/spiritual-growth-for-kids/let-... |
Judul asli artikel | : | Let Your Kids Fail |
Penulis artikel | : | Chip Ingram |
Tanggal akses | : | 7 Mei 2015 |
Komentar