Hari Kamis tanggal 3 April 1997. Ketika itu saya sedang belajar, mempersiapkan diri untuk menghadapi ulangan matematika. Kira-kira pukul 11.00, dari luar rumah terdengar suara-suara mengatakan "kebakaran... kebakaran..." Saya merasa hal itu tidak mungkin, pasti kebakarannya terjadi di tempat lain, jauh dari rumah saya. Ternyata benar, waktu saya keluar untuk melihat, di kejauhan tampak api yang besar dan asap yang tebal. Mungkin karena api yang demikian besar, walaupun jauh, banyak orang yang sudah berlari menyelamatkan diri sambil membawa harta benda yang bisa mereka selamatkan.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
SUARA HATI
Dulu pimpinan saya adalah seorang yang super sibuk karena masih bertugas sebagai pejabat pemerintah di Pontianak. Karena itu saya jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan beliau. Oleh kesibukannya pulalah kami mengembangkan suatu kebiasaan yang sampai saat itu sudah berjalan lama tanpa ada masalah. Kalau ada keperluan, pimpinan saya selalu menuliskan memo di sebuah kertas kecil lengkap dengan tanda tangannya. Saya pasti mengenali memo itu karena tulisannya antik dan isinya singkat tapi tegas. Memo-memo seperti itu penting ada karena begitu sibuknya beliau sehingga untuk telepon pun sangat jarang.
Seorang ibu datang menemui saya di satu sore hari yang cukup cerah. Berbagai masalah telah diceritakannya kepadaku. Satu hal, yang ingin kubagikan dengan pembaca di sini. Ibu ini mendapat tugas untuk menyampaikan sebuah renungan pada satu acara. Dia teringat apa yang telah saya katakan, pada kesempatan lain, sewaktu saya juga mendapat tugas yang sama. Yesus adalah terang. Jika kita mengaku dekat dengan Tuhan Yesus, maka seharusnya tidak ada bagian di dalam kehidupan kita yang tidak disinari oleh terang itu. Tidak boleh di dalam kehidupan kita ada unsur-unsur kegelapan, itu kata-kata saya yang di ingat olehnya.
Bayangkan berjalan di tengah lembah kekelaman tanpa sebuah lampu.
Begitulah yang dirasakan oleh banyak keluarga Kristen di Iran saat mereka terpaksa meninggalkan rumah untuk mengungsi karena perang yang tak berkesudahan. Kekuatan yang didapat melalui firman Tuhan seperti tenggelam di antara tekanan yang dihadapi setiap hari. Ketakutan seperti tidak mau pergi dan kekhawatiran bertumbuh setiap jam seperti hantu yang mengintimidasi. Dari tengah-tengah kegalauan muncul sebuah pertanyaan, "Apakah masih ada pengharapan?"
"Pada tahun 1996, anak perempuan kami Sophia mengalami kejang-kejang yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otaknya. Dia menderita selama berbulan-bulan, menangis tanpa henti selama dua atau tiga hari setiap kali dan merintih kesakitan. Dia tidak mengenal kami dan juga tidak memberikan reaksi."
Saat itu hampir tengah malam ketika para tahanan wanita mendengar para penjaga Komunis datang. Mereka cepat-cepat berkumpul mengelilingi seseorang yang dikutuk, seorang wanita muda yang dijatuhi hukuman mati karena imannya dalam Kristus. Mereka membisikkan ucapan selamat tinggal dengan buru-buru. Tak ada air mata dari wanita Rumania muda itu, tak ada jeritan memohon belas kasihan.
David ditangkap tanggal 21 Januari 2007 dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara karena melakukan "aktivitas keagamaan ilegal". Ia ditempatkan di sebuah kamp di Uzbekistan Tengah, berjarak 850 km dari keluarganya. Istri dan ketiga orang putri mereka diizinkan menengok David beberapa kali dalam setahun.
Kepada seluruh mitra doa Open Doors, Mar, istri David menyampaikan pesan ini.
"Kami mengalami kasih dan kesetiaan Tuhan. Ia melindungi dan memberkati kami setiap waktu"
Bebas dari penjara dan kembali ke pelukan ibunya. Bagaimana perasaan seorang ibu ketika putri remajanya dirampas dan dimasukkan dalam penjara selama hampir 2 tahun? Bagaimana ia menghadapi kenyataan pahit karena mengetahui putrinya harus dipenjara karena membela dirinya? Inilah potret perjalanan seorang Mayan Jaffar Ibrahim ketika Asya (Maria) yang berusia 14 tahun dijatuhi hukuman oleh pengadilan bulan Juli 2006 karena telah membunuh pamannya yang menyerang keluarganya di rumah mereka di utara Irak.