Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Apakah Saya Orang yang Materialis?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, materialisme berarti pandangan hidup yang mendasarkan segala sesuatu, termasuk kehidupan manusia, di dalam alam kebendaan semata-mata. Materialisme berarti mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indera. Dunia materi merupakan satu-satunya pokok atau tujuan utama. Manusia tidak memiliki unsur rohani; tidak ada Allah; tidak ada sesuatu di balik dunia jasmani. Yang ada hanyalah apa yang dapat ditangkap oleh panca indera. Orang-orang yang memegang pandangan ini, memunyai tujuan hidup hanya untuk meraih dan menikmati hal-hal materi saja, termasuk kepuasan tubuh jasmani.

Orang-orang yang memegang paham atau pandangan ini mementingkan kebendaan, harta, uang, dsb.. Itu sebabnya mereka disebut materialis atau materialistis -- orang yang menjadikan hal-hal materi menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Tuhan menjadi sesuatu yang sekunder. Mereka lupa bahwa materi itu juga merupakan suatu pemberian Allah yang harus diatur dengan baik dan bijaksana. Bila seseorang hidup hanya untuk mengumpulkan materi saja, tidak kecil kemungkinan ia akan menjadi budak materi. Firman Tuhan berkata, "Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk menaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati... ?" (Roma 6:16)

Alkitab tidak pernah melarang seseorang memiliki materi atau kekayaan. Dalam Alkitab kita jumpai leluhur bangsa Israel adalah orang-orang yang kaya. Dalam Ibrani 11 diceritakan penyebab utama keberhasilan hidup mereka ialah karena ketaatan dan kesetiaan kepada Allah. Bukankah firman Tuhan pun berkata "tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkannya kepadamu." (Matius 6:33) Alkitab banyak kali mengatakan tentang perbudakan yang ditimbulkan oleh materi, seperti cinta uang, keinginan yang tidak terkendalikan akan hal-hal materi, dan hidup yang dikuasai oleh materi.

"Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10)

"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." (Ibrani 13:5)

"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu." (Lukas 12:15)

"Lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit Firman itu sehingga tidak berbuah." (Markus 4:19)

Selain ayat-ayat ini, masih banyak lagi ayat lain memberikan gambaran bahwa hal materi (mementingkan materi) bisa memperhamba, menjerat, dan mencelakakan seseorang. Bahkan dapat membinasakan kehidupan manusia itu sendiri. Persaingan dalam dunia bisnis pun sering kali diwarnai dengan hal-hal ini. Tidak sedikit orang di dunia ini yang mengalami kehancuran akibat persaingan dalam dunia materi, seperti pembunuhan, perampokan, pencurian, ataupun penodongan yang sering kali kita dengar atau lihat melalui media elektronik dan media cetak. Nilai-nilai lain seperti kasih dan kepedulian terhadap sesama, moral, dan kemanusiaan dikesampingkan karena kehidupan orang hanya dipusatkan pada materi saja. Lebih parah lagi kalau hanya karena materialisme, Tuhan dilupakan. Seorang yang mengatakan bahwa materilah yang dapat memberikan keamanan dan kesejahteraan dalam kehidupannya, cenderung tidak menggantungkan hidup kepada Allah.

Hal yang sebenarnya perlu kita pahami adalah kekayaan materi adalah merupakan sesuatu pemberian atau berkat dari Allah, yang harus kita pergunakan sebaik-baiknya bagi kemuliaan nama-Nya. Kekayaan atau uang tidak menimbulkan masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah sikap kita terhadap materi atau uang. Dalam perintahnya kepada Timotius, Paulus berkata; "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tidak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang!" (1 Timotius 6:18-19) Lewat ayat ini jelas Tuhan Yesus tidak menentang kekayaan itu sendiri.

Namun, sikap kita dalam mempergunakan kekayaan itulah yang harus kita pahami dan mengerti dengan benar. "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,...." (Amsal 11:24-25) "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin." (Amsal 22:9) Menyimpan harta di surga bukan berarti kita menghambur- hamburkan kekayaan kita tanpa motivasi yang benar (untuk menerima pujian dari orang lain). Kita harus memerhatikan motivasi dan tindakan kita ketika memberi. Hendaklah itu didasarkan karena kasih kita terhadap Allah dan juga kasih kita terhadap sesama. Hal inilah yang akan melepaskan dan membebaskan kita dari materialistis.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul majalah : Pukat, Tahun XIV, Edisi Januari -- Februari 1996
Judul artikel : Materialismekah Saya?
Penulis : Denny Rozali
Penerbit : GBI Mawar Saron, Jakarta 1996
Halaman : 45 -- 46
Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar