Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Kebahagiaan Khusus, Hidup Lajang

Pada suatu tengah malam, saya bercakap-cakap dengan Tuhan:

Bapa, mereka minta saya berbicara mengenai hidup melajang. Mengenai kehidupan saya sendiri sebagai wanita yang melajang, sehubungan dengan iman Kristen saya. Bapa, apakah yang harus saya katakan kepada mereka? Apakah saya mulai saja dengan ayat-ayat yang Kau pakai dalam mengajar saya mengenai hidup melajang?

"Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11) Terjemahan lain dari ayat ini mengatakan, "Segala sesuatu yang baik tidak akan ditahan-Nya dari mereka yang berjalan sepanjang jalan-Nya." (FAYH)

Saya ingat bagaimana saya tersentak bagaikan terkena arus listrik, ketika Engkau menerapkan ayat itu pada kehidupan saya. Waktu itu, saya baru masuk perguruan tinggi dan tinggal di kampus Greenville. Saya sering bertanya-tanya dalam hati mengenai masa depan seorang mahasiswa. "Ia tidak menahan kebaikan," demikian firman-Mu. Baiklah kalau begitu. Praktisnya bisa dikatakan, "Bila Engkau menghindarkan saya dari pernikahan, maka artinya pernikahan bukan suatu 'kebaikan' untuk saya." Bagian saya dalam perjanjian itu ialah hidup tak bercela.

Atau Bapa, apakah saya harus mulai dengan humor dari Dr. Ethel Muller? Sewaktu dia menjadi guru besar di sebuah universitas, seseorang bertanya kepadanya mengapa ia tidak menikah. "Entahlah," sahutnya. "Saya pikir mungkin saya orang yang beruntung." Atau, apakah saya sampaikan kepada mereka ungkapan Eugenia Price, "Tuhan Yesus tidak menjanjikan pernikahan. Dia menjanjikan Diri-Nya sendiri bagi kita"? Hasil pengamatan terus-menerus menegaskan bahwa di antara anak-anak-Mu yang mengikuti Engkau dengan setia, ada yang Kau pimpin untuk memasuki hidup pernikahan dan ada pula yang Kau pimpin untuk menjalani hidup melajang.

Kata-kata Eugenia tersebut cocok dengan Yohanes 21:22 (BIS), "Itu bukan urusanmu. Tetapi engkau, ikutlah Aku." -- ayat yang Kau berikan kepada saya. Ayat ini masih berlaku -- berlaku ketika saya di SMU, ketika kawan-kawan saya mulai berpacaran kemudian menikah, waktu saya harus menentukan pilihan dan mengambil keputusan mengenai sekolah di perguruan tinggi dan sesudah saya lulus, dan berlaku bagi saya selama di sekolah tinggi Kristen. Perintah-Mu sangat jelas, "Engkau, ikutlah Aku."

Sementara pria-pria yang mengagumkan keluar masuk dalam kehidupan saya, tanggapan saya atas panggilan-Mu ialah, "Ya, Tuhan, saya akan ikut Engkau." Saya tersenyum bila teringat pada Philip dan bertanya-tanya di hati bagaimana keadaannya sekarang. Dia termasuk salah seorang anggota kelompok persekutuan kami dalam kegiatan penginjilan antarkampus di Urbana. Tetapi, rencana-Mu untuk saya bukanlah agar saya menjadi Nyonya Philip.

Bapa, izinkan saya memanjatkan rasa syukur dan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Engkau yang memampukan saya untuk hidup sebagai wanita lajang dan tetap bergaul secara wajar dengan kaum pria. Bila tidak demikian, hidup melajang tentunya memunyai jalur yang sangat lain untuk saya. Kadang-kadang ada saat pergi bersama, saling menyurat, saling menelepon. Kadang-kadang, ada teman pria menjadi penasihat saya. Kadang-kadang, saya menjadi penasihatnya. Kadang-kadang ada getaran tarik-menarik antara dia dan saya, yang membuat saya bertanya-tanya di hati, apakah Engkau sedang merancangkan pernikahan bagi saya. Sahabat-sahabat adalah pemberian-Mu.

Sebenarnya, saya kenal beberapa orang yang sungguh baik di antara anak-anak-Mu yang hidup melajang. Mereka tidak suka mengungkit-ungkit pengalaman berpacaran saya di masa lalu. Terima kasih Bapa atas berkat-Mu yang melimpah. Terima kasih bahwa saat itu Engkau memberi saya keberanian untuk percaya, memberikan reaksi emosi yang tepat, memampukan saya untuk memberikan dan menerima persahabatan.

Beberapa tahun yang lalu ketika mencoba mengerti tentang Irma, saya pernah mengatakan pendapat saya kepada Yason, "Saya pikir Irma takut pada emosinya." Yason boleh dikatakan mencibir saya dan berkata sinis, "Bukankah semua gadis tua memang begitu?" Perkataan Yason itu sekarang sudah ketinggalan zaman. Tetapi, saat ia mengutarakannya, asumsinya keliru. Wanita Kristen yang hidup melajang tidak perlu gersang emosi. Hal inilah yang akan saya beritahukan. Benarkah saya harus memberitahukan hal ini kepada mereka, bahwa orang Kristen yang hidup melajang tidak perlu gersang emosi?

Pada kenyataannya, Engkau mencurahkan kasih secara khusus kepada anak-anak-Mu yang hidup melajang, dan Engkau memberi mereka banyak jiwa untuk dikasihi. Saya teringat akan Ibu Teresa dan Rasul Paulus. Saya teringat akan vitalitas dan semangat emosional guru saya, Miss Miner, ketika di kelas 11 SMA. Begitu besar anugerah Allah bagi saya melalui dia. Kalau Engkau berkenan, Engkau akan memberikan kepada mereka yang hidup melajang suatu karunia khusus, untuk "menghitung berkat-berkat (kami) yang banyak, dan menyebutkannya satu per satu". Berkat-berkat itu datang secara berlimpah dan terus-menerus, bila kami mau memerhatikannya.

Karunia-Mu yang lainnya, ya Tuhan: Meskipun sebagai wanita yang hidup melajang, saya tidak punya suami sebagai pendengar yang dapat dipercayai, tetapi saya memunyai orang-orang lain yang dapat dipercaya. Sebagaimana telah Kau lakukan terhadap semua anak-Mu, Engkau berkenan saya berbicara dengan Engkau secara leluasa. Saya dapat datang kepada-Mu dengan masalah sepele dalam kehidupan sehari-hari dan Engkau selalu mau mendengarkan. Saya teringat ketika di Missouri saya kehilangan kunci mobil. Saya memberitahukannya kepada-Mu (terima kasih Tuhan, saya telah menemukan kembali kunci itu). Kau ingat bahwa tadi pagi saya bertanya mengenai bagaimana menyelesaikan tugas-tugas setiap hari? Kau ingat bagaimana saya berbicara kepada-Mu dengan serius mengenai keputusan membeli rumah sebelum pindah ke rumah yang sekarang?

Bapa, Engkau telah melatih saya selama puluhan tahun sampai sekarang. Kekuatan mental yang dihabiskan untuk khayalan-khayalan yang romantis dan lamunan-lamunan yang menerawang langit mengenai, "Bagaimana seandainya...," adalah kekuatan yang disia-siakan. Kami perlu "menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus", demikian kata Rasul Paulus kepada orang-orang Korintus. Kata-katanya itu masih tetap berlaku.

Kau ingat Bapa, apa yang saya katakan (sambil tertawa namun serius) kepada teman-teman seasrama, ketika saya hampir lulus perguruan tinggi? "Saya lebih baik tetap melajang daripada menikah, tetapi kemudian menyesal," kata saya dengan mantap. Sekarang, beberapa puluh tahun sesudahnya, saya kutip kata-kata Daud, sahabat-Mu. Banyak pernyataannya sangat cocok untuk saya yang hidup melajang di dalam pemeliharaan kasih-Mu. Misalnya, Mazmur 13:6, "Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku." Atau Mazmur 30:12. Karena Engkau Bapa, mengasihi saya, maka "pinggangku Kauikat dengan sukacita".

Dalam Alkitab saya, Mazmur 16 digarisbawahi semuanya. Orang-orang yang telah menikah juga dapat menggunakannya, tetapi Engkau membuatnya khusus untuk saya: "Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku. Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku. Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:5-7,11)

Apa yang akan saya katakan mengenai masa depan saya di dunia ini? Saya akan mengatakan bahwa hanya Engkaulah yang mengatur hidup saya. Bila Engkau menghendaki suatu perubahan dalam hidup saya, saya dapat memercayai-Mu dan Engkau akan membuat petunjuk-Mu jelas bagi saya. Bapa, saya bersukacita karena Engkaulah Bapa saya.

"Segala sesuatu yang baik tidak akan ditahan-Nya dari mereka yang berjalan sepanjang jalan-Nya." (Mazmur 84:11 -- FAYH)

Diambil dari:

Judul majalah : Sahabat Gembala, Juli/Agustus 1998
Judul artikel : Kebahagiaan Khusus, Hidup Lajang
Penulis : Elva McAllister
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman : 29 -- 32
Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar