Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Ketika Allah Turut Bekerja (Amsal 3:5-6)

Suatu ketika, seorang pemburu ateis tersesat di tengah hutan. Ia kemudian bertemu sekelompok macan. Spontan, ia menembakkan senapannya ke arah macan-macan itu. Sayang, tembakannya meleset dan ia pun kehabisan peluru. Ia berlari sekencang mungkin. Beberapa ratus meter kemudian, ia terpeleset ke jurang. Beruntung, ia sempat meraih dahan pohon di tepi jurang itu.

Berkali-kali ia berteriak minta tolong, namun tidak ada jawaban. Hampir putus asa, ia kembali berteriak, "Tuhan ... apakah Engkau sungguh ada?" Sejenak keadaan menjadi sunyi, lalu terdengar suara, "Ya, Aku ada." Pemburu ini melanjutkan, "Tuhan, selama ini aku meragukan keberadaan-Mu. Sekarang aku percaya Engkau ada. Maukah Engkau menolongku? Aku berjanji akan membaktikan sisa hidupku untuk melayani-Mu." "Baiklah, Aku akan menolongmu. Tetapi, Aku ingin mengetahui satu hal darimu. Maukah engkau memercayai-Ku dengan segenap hati dan akal budimu?" tanya Tuhan. "Tentu saja aku percaya seribu persen! Cepat tolong aku, Tuhan!" jawab si pemburu penuh keringat dingin. "Baiklah, sekarang lepaskan tanganmu dari dahan itu," kata Tuhan. Spontan si pemburu berujar, "Tuhan, apakah Engkau sudah gila?" Ia pun kembali berteriak, "Halo... adakah orang yang mendengar saya? Tolong ... tolong ...!" Jika kita peka dalam hidup ini, sering kita berperilaku seperti pemburu tadi. Kita masih setengah hati dalam mengakui kekuasaan-Nya, terutama jika hal tersebut di luar logika kita.

Dalam bukunya "In the Heart of the World", Ibu Teresa menulis: Di Calcutta, kami memasak untuk 9.000 orang setiap hari. Suatu hari, seorang suster datang dan berkata, "Ibu, tidak ada sesuatu pun untuk diberikan kepada orang-orang itu." Saya tidak memunyai jawaban. Kemudian pukul 09.00 pagi, sebuah truk penuh dengan roti datang ke rumah kami. Setiap hari pemerintah memberikan sepotong roti dan susu kepada anak-anak miskin di sekolah. Tetapi, hari itu -- tidak seorang pun tahu alasannya -- semua sekolah tiba-tiba diliburkan. Semua roti diantar ke rumah kami. Lihat, Allah meliburkan sekolah. Dia tidak membiarkan orang-orang kita pergi tanpa makanan. Inilah pertama kalinya mereka mendapatkan roti yang baik dalam jumlah yang amat banyak.

Dalam hidup ini tidak ada yang kebetulan jika kita melihatnya dengan mata iman. Pengalaman iman tersebut akan membuat kita semakin memahami penyertaan ilahi dalam kehidupan orang yang percaya dan berserah kepada-Nya (2 Tawarikh 16:9; Roma 8:28).

Diambil dari:

Judul majalah : Bahana, Mei 2005 Vol. 169
Penulis : Paulus Winarto
Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta
Halaman : 20
Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar