Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita
Sakit Hati dan Kepahitan Harus Dibakar di Bak Sampah
Sakit hati, kepahitan, dan iri hati dimulai dan diperangkap oleh amarah -- penyakit yang bisa membusukkan tulang (Pengkhotbah 7:9; Amsal 14:30). Kepahitan akan menghambat berkat dan perkembangan kepribadian, sehingga menjadi tembok yang menghalangi pembaharuan (Efesus 4:23, 31). Sebagaimana kemalasan adalah ibu dari kemiskinan, maka amarah adalah ibu dari segala kekacauan. Jadi, apabila Anda memilih tetap memeliharanya, maka hal itu sama dengan Anda memilih diam di tempat dan tidak beranjak ke mana-mana.
Sakit hati (kepahitan) harus dibuang jauh-jauh sampai tidak tampak lagi. Ada contoh yang bagus dalam dunia komputer. Apabila sebuah berkas (file) tidak diperlukan lagi, maka berkas itu akan dihapus oleh pemiliknya. Akan tetapi, program yang tersedia di komputer akan membuang berkas itu ke dalam Bak Sampah (Recycle Bin). Apabila pemilik komputer masih menginginkan berkas itu, dia masih dapat mengambil lagi dari Bak Sampah tersebut. Dalam kasus kepahitan, yang sebaiknya dilakukan adalah menghapus selamanya berkas itu dari Bak Sampah -- sama seperti kita membakar sampah rumah tangga -- sehingga benar-benar hilang dan tidak terlacak lagi. Dengan kata lain, kita harus membuang kepahitan tersebut dari pikiran, hati, dan jiwa kita.
Kemampuan Menghapus Sakit Hati dengan Cara Ajaib
Penyertaan Allah pada Yakub membuat Esau dapat mengampuni. Esau patut memendam sakit hati kepada saudaranya, Yakub. Yakub telah memperdaya Esau dengan semangkok sup kacang merah, sehingga Esau kehilangan hak kesulungan yang berharga. Dalam hal ini, Esau sendirilah yang bersalah karena dia tidak menghargai atau memelihara haknya dengan baik. Yakub bersama Ribka, ibu mereka, telah memperdaya Ishak, ayah mereka, sehingga Ishak memberkati Yakub dengan berkat yang telah disiapkannya untuk Esau. Esau kemudian mengucapkan kata-kata dendam. Dia berjanji akan membunuh Yakub setelah ayah mereka meninggal. Dia meraung-raung ketika mengetahui berkat untuknya telah diberikan kepada Yakub. Bagaimanakah akhir dari dendam yang menjadi kepahitan itu?
Bertahun-tahun kemudian, pada perjumpaan pertama yang menegangkan bagi Yakub, Esau datang dengan pasukannya menghampiri Yakub. Apa yang Esau lakukan? "... Esau berlari mendapatkan dia, didekapnya dia, dipeluk lehernya dan diciumnya dia, lalu bertangis-tangisanlah mereka." (Kejadian 33:4) Apakah waktu yang cukup lama yang telah menghapus dendam Esau? Saya lebih suka merujuk pada jaminan Tuhan kepada Yakub, "Pulanglah ... Aku akan menyertai engkau." (Kejadian 31:3)
Kemampuan Menghapus Sakit Hati dengan Jiwa yang Besar
Yusuf, anak Yakub, oleh saudara-saudaranya disingkirkan dari tengah-tengah keluarganya dengan keji. Dia dipisahkan dari ayahnya. Dia dibuang ke lubang bekas sumur, lalu dijual ke saudagar budak untuk dibawa ke tempat asing. Bagaimanakah Yusuf menyikapi perlakuan saudara-saudaranya itu? Yusuf tidak pernah mengingat-ingat persoalan itu dalam pikirannya. Selama di perjalanan, di pembuangan, di rumah Potifar, dan di dalam penjara, Yusuf tidak pernah membahas atau memperbincangkan deritanya kepada siapa pun, padahal Yusuf orang yang mudah bergaul, tentu memunyai banyak teman. Setelah dua puluh tahun, dia berjumpa dengan saudaranya. Dalam posisi yang paling mungkin untuk membalaskan sakit hatinya, dia tidak melakukannya. Apa rahasianya? Dia memiliki hati yang bersih, jujur, taat pada Tuhan, serta hidup kudus. Dengan pribadi yang senantiasa menceritakan Tuhannya, dia dapat berkata kepada saudara-saudaranya, "Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. Allah telah menempatkan aku sebagai tuan atas seluruh Mesir." (Kejadian 45:4,9) Dalam pernyataan itu, ada pengakuan bahwa semua yang telah terjadi adalah rencana Tuhan.
Bagaimanakah Kita Dapat Menghilangkan Sakit Hati yang Berkepanjangan?
Yang pertama dilakukan adalah memeriksa diri kita sendiri dengan jujur dan berjiwa besar. Apakah kita sedang "memakai kacamata hitam", sehingga semua menjadi gelap? Ataukah kita senang melihat ke belakang? Apabila tidak, kita dapat memberitahukan satu atau dua dari beberapa kemungkinan di bawah ini terhadap si pembuat sakit hati.
1. Mempelajari Siapa Pembuat Sakit Hati Itu
Ada kemungkinan si pembuat sakit hati itu adalah seorang yang kurang cerdas, ikut-ikutan, kekanak-kanakan -- atau sebaliknya malahan sudah uzur --, terikat aturan, seorang yang polos yang berpikiran sangat sederhana, seorang yang sangat berambisi, pemarah (menjadi tawanan roh pemarah), memiliki latar belakang yang pahit, serta belum dilepaskan. (Sama seperti Tuhan memahami umat Israel, yang telah menjadi budak di Mesir selama 400 tahun dan kemudian tawanan di Babel selama 70 tahun.) Apabila demikian, sesungguhnya si pembuat sakit hati itu sebenarnya adalah pribadi yang patut dikasihani. Lebih dari itu, apabila Anda sering berdoa syafaat, dia perlu dibawa dalam doa. Mari memahami bahwa kepada orang-orang seperti itulah Yesus berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
2. Memeriksa Hubungan Anda Dengan si Pembuat Sakit Hati
Anda perlu mengingat-ingat kebaikan apa yang pernah Anda terima dari si pembuat sakit hati. Bila perlu, buatlah daftar kebaikan yang pernah dia perbuat, yang sangat bernilai dalam sejarah kehidupan Anda. Kalau Anda tidak dapat mengingatnya, mungkin kebaikan itu hanya berupa segelas air putih yang ia berikan. Kebaikan itu kemudian dapat dijabarkan ke dalam sub-sub nilai yang pernah Anda peroleh sekecil apa pun itu. Hanya orang yang berhati sabarlah yang dapat melakukan hal tersebut. Seperti nasihat Paulus kepada jemaat di Kolose, "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." (Kolose 3:13)
3. Membangun Kemampuan Diri untuk Mengampuni
Mengampuni kesalahan orang lain bukanlah suatu kelemahan melainkan suatu kekuatan. Bandingkan ketika Yesus berkata "Anak Manusia berkuasa untuk mengampuni dosa", Ia berkuasa untuk menghapus dosa. Manusia hanya cukup di tingkat memaafkan saja, namun keduanya merupakan suatu tindakan yang melupakan dosa (Yesaya 43:25). Supaya terbiasa, sekarang Anda boleh menyanyikan lagu, "Sejauh timur... dari barat, Engkau membuang dosaku.... Tiada Kau ingat lagi... pelanggaranku. Jauh ke dalam... tubir laut, Kau melemparkan dosaku.... Tiada Kau perhitungkan... kesalahanku." (Mikha 7:19) Untuk membangun kemampuan di atas, tidak dapat dilakukan dengan kekuatan sendiri karena manusia memang lemah. Kita harus masuk dalam persekutuan dengan Tuhan. "Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang." (Ibrani 12:15)
4. Jangan Memberi Peluang Kepada Sakit Hati
Hal itu seperti meniup bara api yang akan semakin membesar, sampai sulit dipadamkan, lalu akan membakar hati dan seluruh pribadi Anda. Jangan biarkan api sakit hati sekecil apa pun mulai menyala karena dia akan terus membakar (Yakobus 3:5). Walaupun sulit, mari terus melatih diri agar dapat memadamkan api kemarahan sebelum matahari terbenam. Segala kepahitan, kegeraman, amarah, pertikaian, dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. (Efesus 4:26,31)
5. Melihat ke Depan
Senantiasalah melihat ke depan. Apabila memelihara permusuhan dan sakit hati, Anda pasti akan menuai kerugian demi kerugian. Apabila mengingat-ingat kesalahan, Anda pasti akan membatasi ruang gerak ke masa depan. Walaupun dalam konteks yang berbeda, tetapi cara Paulus menatap ke depan dapat Anda teladani. "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan, aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku." (Filipi 3:13) Bahkan Paulus dengan ekstrem menganggap apa yang ada di belakangnya adalah sampah, baik itu kebesaran-kebesaran dunia, apabila dia bandingkan dengan Kristus.
6. Jangan Berkompromi
Sering orang berkata, "Saya dapat memaafkan, tetapi tidak dapat melupakan." Manusia memang dibekali dengan memori atau daya ingat, namun ketika kalimat itu diucapkan, ada sesuatu yang terjadi: masih ada kompromi antara menghapus dan menyebut-nyebut. Jika dalam doa Anda memohon pengampunan dan mengatakan Anda mengampuni kesalahan orang lain (Matius 6:12), tetapi Anda masih menyimpan akar kepahitan, maka hal itu sama dengan Anda tidak memperoleh pengampunan dari Allah karena Anda tidak mengampuni orang lain. Mari mengambil sikap tidak mengingat dan tidak membicarakan lagi. Kita harus memilih salah satu antara mengampuni atau tidak, bukan kedua-duanya -- "Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi. Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?" (Yakobus 3:10-11)
7. Segera Keluar dari Jerat Kepahitan yang Dibuat oleh Iblis
Segera keluar dari jerat yang dibuat oleh iblis dengan kemasan yang menarik. Lakukanlah cara apa saja (awali dengan berdoa) yang bermuara kepada kemampuan untuk memunyai perasaan damai dan sejahtera. Bukan sembarang damai dan sejahtera, tetapi damai dan sejahtera yang berasal dari Bapa Surgawi di dalam nama Tuhan Yesus Kristus (Filipi 4:7).
Diambil dari: | ||
Judul buletin | : | TABUR No.002 - 2008 |
Judul artikel | : | Sakit Hati dan Kepahitan Harus Dibakar di Bak Sampah |
Penulis | : | Albiden Hutagaol |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 35 -- 40 |
Komentar