Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Seks Dan Perselingkuhan

Aborsi ....

Stres karena "kecelakaan" ....

Selingkuh ....

Kehamilan yang tidak diingini ....

Takut disebut perawan tua ....

Itulah alasan mengapa seks menjadi topik yang tetap menarik untuk didiskusikan sampai pada zaman modern ini.

Standar dan Moralitas Seks

Orang-orang percaya (Kristen), pertama-tama dan yang terutama, haruslah secara moral dan secara seksual suci (2 Korintus 11:2; Titus 2:5; 1 Petrus 3:2). Kata suci atau murni (hognos -- Yunani) berarti bebas dari noda-noda hawa nafsu. Hal itu berarti menghindarkan diri dari semua tindakan dan pikiran yang cenderung pada keinginan yang tidak sesuai dengan kemurnian dari janji pernikahan. Penekanannya adalah pada menolak dan menghindari semua tindakan-tindakan seks dan kesukaan-kesukaan yang akan menodai kesucian seseorang di hadapan Allah, termasuk mengendalikan tubuh sendiri dalam "pengudusan dan penghormatan" (1 Tesalonika 4:4-5; bandingkan 1 Korintus 7:2, 9; Roma 1:26). Perintah ini berlaku bagi kedua-duanya, baik yang hidup sendiri maupun yang sudah menikah.

Cara Pandang Alkitab Tentang Seks

1. Keintiman seks disimpan hanya untuk pernikahan.

Gambar: dosa perselingkuhan

Melalui pernikahan, suami dan istri menjadi satu daging sesuai dengan kehendak Allah, dan Allah hanya menyetujui dan memberkatinya dalam keadaan seperti itu. Segala kesukaan dan "variasi" jasmani dan emosi akibat dari hubungan nikah yang setia, ditetapkan oleh Allah dan dipelihara oleh-Nya dengan penghargaan (Ibrani 13:4).

2. Dosa-dosa seks mendapat hukuman berat.

Segala perzinahan, persundalan, homoseksual, pikiran yang penuh nafsu, keinginan-keinginan yang tidak suci, dan nafsu yang rendah, adalah dosa-dosa yang sangat serius bagi Allah. Semua itu merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum kasih dan penodaan bagi hubungan pernikahan. Dosa-dosa semacam itu mendapat hukuman berat dan menempatkan seseorang di luar kerajaan Allah (Roma 1:24-32; 1 Korintus 6:9-10; Galatia 5:19-21).

3. Seks di luar pernikahan.

Semua perbuatan kenikmatan seks bersama orang lain yang bukan pasangan dalam pernikahan disebut tidak bermoral. Allah dengan jelas melarang "menelanjangi seseorang" atau "melihat ketelanjangan" dari seseorang yang belum sah menjadi istri atau suami (Imamat 18:6-30; 20:11, 17,19,21).

4. Seks harus dikendalikan bagi orang-orang beriman.

Harus terus berlatih dan dengan teguh menolak dengan hormat semua hal yang berhubungan dengan seks sebelum menikah. Cara-cara dunia dengan membenarkan seks di luar pernikahan dengan alasan sudah "komitmen menyerahkan diri", jelas-jelas melawan standar Allah. Dorongan seks yang tidak sesuai standar Alkitab haruslah dikendalikan, dan pengendalian diri sebagai suatu aspek dari buah roh. Menyerahkan diri kepada Allah akan membuka jalan untuk menerima karunia dari penguasaan diri ini (Galatia 5:22-24).

5. Immoralitas seks dan istilahnya dalam Alkitab.

a. Persundalan (Pornea -- Yunani).

Menggambarkan perilaku seks yang "neko-neko" sebelum dan di luar pernikahan (Imamat 18:6-39; 20:11, 12, 17, 19, 21; dan 1 Korintus 6:18; 1 Tesalonika 4:3).

b. Nafsu (Aslegeia -- Yunani).

Ini termasuk tidak adanya prinsip moral yang jelas untuk tetap mempertahankan kemurnian seks dan sikap yang pantas (1 Timotius 2:9), juga kecenderungan dalam memuaskan diri sendiri atau membangkitkan birahi (Galatia 5:1; Efesus 4:19; 1 Petrus 4:3; 2 Petrus 2:2, 18).

c. Pelecehan hak (pleonekteo -- Yunani).

Merampas kemurnian dan kesucian seseorang yang Tuhan tetapkan untuk pemuasan diri sendiri adalah bagian dari pelecehan (1 Tesalonika 4:6).

d. Nafsu birahi (Epithunia -- Yunani).

Keinginan yang tidak bermoral yang akan dipenuhi apabila ada kesempatan (Matius 5:28; Efesus 4:19, 22; 1 Petrus 4:3; 2 Petrus 2:18).

Dorongan seks yang tidak sesuai standar Alkitab haruslah dikendalikan, dan pengendalian diri sebagai suatu aspek dari buah roh. Menyerahkan diri kepada Allah akan membuka jalan untuk menerima karunia dari penguasaan diri ini (Galatia 5:22-24).

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Dalam pernikahan, di mana seks secara bebas dinikmati dan diekploitasi, masih memungkinkan seseorang dari bagian keluarga tersebut berkeinginan melakukan seks dengan orang lain, atau secara umum disebut selingkuh yang akhirnya berkembang dengan istilah WIL atau PIL. Mengapa? Moralitas yang benar adalah mempertahankan standar-standar yang benar pada saat tak seorang pun tahu kecuali Tuhan akan apa yang kita lakukan.

Suami selingkuh ...?

1. Rasa bosan, setelah beberapa tahun. Impian romantis secara perlahan-lahan lenyap dan digantikan rasa bosan.

2. Kehilangan gairah seksual. Istri tidak lagi menarik, bisa karena penyakit, penampilan, dll..

3. Kehilangan dorongan emosi. Suami menjadi bertumbuh secara intelektual, berkembang secara emosional, dan membutuhkan pasangan hidup yang seimbang.

4. Meragukan diri sendiri. Suami berpikir apakah ia benar-benar dapat memuaskan wanita yang menjadi istrinya.

5. Merasa perlu membuktikan kepada dirinya sendiri.

Istri selingkuh ...?

1. Kehilangan gairah seksual. Istri yang berumur 40 tahun mungkin berada pada puncaknya secara seksual, tetapi suami semakin tenggelam dalam bisnis, olahraga, atau kesibukan lainnya.

2. Kebutuhan akan harga diri. Istri ingin mendemonstrasikan kepada dirinya sendiri bahwa ia adalah pribadi yang mampu.

3. Kehilangan dorongan emosional. Suami mungkin tidak mampu memenuhi kebutuhan istrinya akan kasih sayang, kelembutan, dan cinta.

4. Mendekati usia tua. Wanita-wanita yang menarik, pada umumnya terdorong ke arah perzinahan ketika mereka mengingat usia telah mengurangi pesona kegadisan mereka.

5. Hidup mandiri. Wanita yang mandiri lebih mudah untuk berhubungan dengan lebih banyak pria.

Hak seksual di dalam pernikahan merupakan hasil penyerahan diri satu sama lain -- masing-masing pasangan menyerahkan hak kepada orang lain. Komitmen terhadap pernikahan adalah komitmen kepada persekutuan seksual yang detak jantungnya dirasakan di dalam hubungan seksual. Tidak ada pernikahan tanpa hubungan seksual. Jadi, melalui pernikahan terjadi kontrak untuk menyerahkan hak terhadap tubuh seseorang kepada pasangannya. Selain itu, seorang suami/istri tidak mungkin secara emosional tahan melihat atau membayangkan pasangan hidupnya melakukan persetubuhan dengan orang lain. "Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, melainkan suaminya. Begitu pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, melainkan istrinya." (1 Korintus 7:4)

Diambil dari:
Judul majalah : Nafiri Kasih, Edisi 021, Desember 2002
Judul artikel : Seks dan Perselingkuhan
Penulis : Pdm. Ir. Melvyn Nainggolan, M.A
Penerbit : Yayasan Nafiri Kasih, Solo 2002
Halaman : 4 -- 5

Download Audio

Tipe Bahan: 
Kolom e-Wanita: 
kategori: 

Komentar