BLOG
Hai Dunia, Gembiralah!
Aku menyesal karena telah berjanji kepada Ny. Saunders, koordinator bazar Natal tahunan. "Bersediakah kamu menyumbang sebuah door prize tahunan, sayang? Mungkin salah satu dari pohon Natalmu yang terkenal," ia membujuk dengan mata bersinar. "Kami berharap dapat menghasilkan banyak uang untuk pementasan Santa Klaus bagi keluarga- keluarga yang berkekurangan. Kamu tahu, tak ada yang lebih menarik daripada sebuah door prize yang luar biasa untuk menarik para pembelanja datang ke sebuah bazar," katanya.
Natal di Jepang
Secara umum, hari raya Natal di Jepang kalah pamornya dibandingkan dengan hari raya Tahun Baru. Di sana, Tahun Baru dianggap lebih penting daripada hari Natal. Tetapi meskipun hari Natal juga diperingati dengan cukup meriah di Jepang, baik dengan tukar-menukar kado, makan malam bersama, maupun memasang pohon Natal, semua itu hanya didasari pada rasa ketertarikan pada tradisi negara-negara Barat dalam merayakan Natal; bisa dikatakan mereka hanya ikut-ikutan. Selain itu, toko-toko yang ikut memeriahkan Natal di Jepang hanya menggembar-gemborkan Natal dan menjual ornamen-ornamen Natal. Natal dirayakan, tidak lain hanya untuk alasan komersial saja. Dan yang paling ironis, meski perayaan Natal di Jepang bisa dikatakan meriah, tidak banyak orang Jepang yang mengerti makna Natal yang sesungguhnya.
Kisah Mahal Pada Hari Natal
K, seorang Yordania berumur 23 tahun, bergembira pada saat menyambut mendekatnya hari Natal tahun 2002 lalu. Tahun itu merupakan Natal pertama baginya sebagai orang Kristen. K telah meninggalkan "agama lain" pada awal tahun 2002, dan Natal memberikan sesuatu yang sangat berarti baginya. Ketika dia masih seorang "agama lain", Natal hanya merupakan hari raya bagi kaum kafir. Tetapi bagi dia sekarang, Natal merupakan hari kelahiran Penyelamatnya, Anak Allah, Yesus Kristus. K bersukacita meskipun karena iman barunya dia harus membayar suatu harga: dia diasingkan oleh keluarganya, mereka menendangnya keluar dari rumah. Teman kerjanya memberitahukan kepada bos K bahwa dia sudah bukan seorang "agama lain". Hasilnya, K dipecat dari pekerjaannya dan bahkan dia menghadapi waktu-waktu sulit pada saat hari Natal sudah akan mendekat.
Batu Bara yang Banyak Sekali
Di malam Natal tahun 1948, salju turun terus-menerus, berputar, dan bergerak di sekeliling truk pembuangan sampah saya yang sudah tua saat saya menyetir menuju Gunung West Virginia. Salju sudah turun berjam-jam dan kedalamannya telah mencapai 20 hingga 25 cm. Tugas saya saat itu adalah mengantarkan batu bara untuk para penambang yang tinggal di perkampungan batu bara. Saya selesai lebih cepat dari waktu yang seharusnya dan sedang dalam perjalanan pulang.
Rahasia Memberi dengan Sukacita
Natal -- masa untuk memberi dan menerima hadiah -- sudah tiba. Sambil memikirkan kegiatan komersialisme yang tampaknya menjadi ciri dalam masa Natal, saya mulai berpikir apakah Alkitab menuliskan tentang hadiah dan memberi, yang mungkin dapat membantu.
Renungkan Arti Kelahiran-Nya
"Terang yang ilahi, Allah yang sejati, t'lah turun menjadi manusia. Allah sendiri dalam rupa insan! Sembah dan puji Dia, Tuhanmu!" (Lagu Kidung Jemaat 109:2)
Apa perbedaan yang terjadi dengan adanya kelahiran Yesus? Itu adalah pertanyaan yang patut direnungkan sepanjang masa Advent.
Natal di China -- Sebuah Kisah Nyata
Sekitar 26 tahun yang lalu, ada bencana besar yang terjadi di China dan berlangsung selama 10 tahun. Selama jangka waktu tersebut, banyak orang percaya di China dianiaya dan dibunuh. Orangtuaku termasuk diantaranya.
Hadiah Natal dari Michael
Hi, nama saya Michael dan umur saya 7 tahun. Saya ingin menceritakan sebuah kisah tentang seorang anak Yahudi yang tinggal di Betlehem pada masa Yesus dilahirkan. Anak itu namanya juga Michael. Kisahnya adalah sebagai berikut:
Dua Malaikat Kecil
Pada malam Natal, setelah menyelesaikan ketikan, saya berdiri dengan hati sedih di tengah kerumunan orang banyak, sambil menunggu datangnya kereta api bawah tanah. Sepanjang pagi saya bekerja sendiri karena semua teman kerja saya sudah mulai berlibur hari itu. Orang-orang di sekeliling saya begitu bersemangat menceritakan perjalanan mereka pulang ke rumah untuk berkumpul dengan keluarganya. Beberapa orang membawa anak-anak mereka yang masih kecil. Sedangkan saya tidak memunyai rumah -- hanya tinggal di kamar sewaan -- saya tidak memunyai rencana apa-apa, tidak memunyai suami dan anak-anak, meskipun keadaan ekonomi saya semakin membaik pada usia mendekati tiga puluh tahun.