Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Bebas Dari Luka Batin

Istilah luka batin mengacu pada keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat, sehubungan dengan goresan atau penderitaan yang terjadi dalam hidupnya. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh peristiwa tertentu yang menyedihkan atau menyakitkan hatinya.

Pdt. DR. Agnes Maria Layantara, MA. dalam Bukunya "Luka Batin: Penyebab, Dampak, dan Penyembuhannya", memberikan definisi bahwa luka batin adalah robek jiwa (Amsal 27:9b), remuk hati (Yesaya 61:1), dan luka hati (Mazmur 147:3). Penyembuhannya disebut batin yang diperbarui (Mazmur 51:12), luka yang diobati (Yeremia 30:17), dan luka yang dibalut (Mazmur 147:3). Penyebab jiwa atau batin seseorang terluka:

  1. Peristiwa Traumatis

  2. Secara etimologi, peristiwa traumatis berarti peristiwa yang di dalamnya melibatkan pengalaman emosional dan sangat mengejutkan, sehingga memiliki dampak dalam jiwa atau batin seseorang. Ini dapat dialami seseorang pada masa kecil, remaja, ataupun dalam kehidupan berkeluarga. Sumber trauma, antara lain:

    1. Keluarga. Keluarga dapat menjadi sumber trauma terbesar dalam kehidupan seseorang. Trauma yang dialami seorang anak pada masa kecil atau remajanya dapat disebabkan oleh hukuman yang terlalu berat ataupun penyiksaan fisik. Bentuk pemicu trauma lain adalah inses (hubungan seksual yang dilakukan antara orang-orang yang memiliki hubungan darah sangat dekat, sehingga secara hukum mereka dilarang menikah).

    2. Lingkungan dalam masyarakat, seperti pemerkosaan, penodongan, perampokan, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, dan tindakan sadis lainnya.

    3. Keadaan hidup yang menimbulkan penderitaan besar, seperti kemiskinan, kelaparan, kebakaran, kecelakaan, penyakit menular, dan kematian.

    4. Peristiwa alam, seperti banjir, longsor, badai, gempa, dsb..

  3. Rasa Bersalah

  4. Pada umumnya, orang akan merasa tidak enak dan kehilangan damai sejahtera ketika melakukan pelanggaran, baik yang bersifat legal, sosial, personal, maupun teologis. Hal itu dikarenakan setiap orang memiliki hati nurani yang senantiasa memberi peringatan setiap kali melakukan pelanggaran. Sering kali, perasaan bersalah diikuti dengan hilangnya semangat, kegelisahan, ketakutan terhadap hukuman, dan perasaan tersisihkan. Perasaan bersalah yang amat dalam dapat melukai jiwa seseorang, serta berdampak pada emosi dan tingkah laku yang merusak. Perasaan itu sering membuat orang menyembunyikan diri terhadap Allah, orang lain, bahkan dari dirinya sendiri. Tak jarang, si perasa mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.

    Penyebab utama rasa bersalah dimulai dari keluarga. Standar seseorang mengenai apa yang benar dan salah atau apa yang baik dan buruk, biasanya dikembangkan pada masa kecil. Beberapa orang tua mendidik anaknya dengan menetapkan standar yang terlalu kaku dan tinggi, sehingga hampir-hampir tidak mungkin dicapai oleh si anak. Sebagai ganti pujian dan dorongan semangat, orang tua lebih banyak menyalahkan, mengkritik, dan menghukum anak. Dengan demikian, anak cenderung menyalahkan diri sendiri dan berusaha keras untuk memperoleh pengakuan dan penghargaan dari orang tuanya.

  5. Penolakan

  6. Timbulnya luka batin dapat pula berakar pada masalah penolakan pada masa kandungan, masa balita, masa remaja, juga masa hidup berkeluarga. Janin sudah memiliki identitas sendiri dan dapat menerima masukan dari luar. Banyak wanita berusaha menggugurkan kandungannya dengan berbagai macam alasan, ibu-ibu yang pada masa hamil menerima kehamilan itu dengan perasaan berat dan tidak menerima kehadiran bayi mereka dengan sukacita, maka bayi itu akan lahir dengan perasaan tertolak. Disadari atau tidak, jiwa anak ini sudah terluka karena penolakan yang dilakukan oleh orang tuanya semasa dalam kandungan.

    Orang tua yang suka membeda-bedakan anaknya mengakibatkan anak memunyai konsep diri yang salah. Atau, perilaku seorang ibu yang lebih memilih karier daripada memberi perhatian dan kasih sayang yang cukup pada balitanya, maka kelak bukan tidak mungkin anaknya tidak merasa bertanggung jawab untuk memerhatikan dan merawat orang tuanya yang telah lanjut usia. Sedangkan penolakan pada masa remaja dapat diperoleh dari olokan ataupun hinaan sehubungan dengan penampilan jasmani yang kurang sempurna, atau prestasi yang diperoleh. Penolakan- penolakan yang dimulai dari masa kanak-kanak dan remaja akan terus berlanjut hingga masa berkeluarga. Seseorang yang mengalami penolakan sejak kecil akan kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pasangannya.

Dampak Jiwa Terluka

Seseorang yang jiwanya terluka akan mengalami dampak secara psikologis, fisiologis, sosiologis, ataupun teologis. Secara kejiwaan, penderita luka batin pasti terganggu perasaannya. Jika luka yang dialami disebabkan oleh peristiwa traumatis, maka ia akan merasa malu, rendah diri, dan tidak berharga. Sedangkan luka batin yang disebabkan oleh perasaan bersalah akan membuat seseorang gelisah, takut, murung, dan merasa tegang. Hal ini juga berdampak pada pikiran penderita. Ia menjadi kalut, mudah lupa, sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, kehilangan aspirasi dan motivasi.

Perasaan yang tertekan dan kalut menyebabkan kehendak atau keinginan seolah tumpul dan mati. Ia dapat menjadi orang yang pasif dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Bahkan, ia malas melakukan kegiatan sehari-hari dan tidak berani menghadapi kenyataan hidup. Gangguan secara fisik yang dialami sering kali disebut psikosomatik, yakni gangguan kejiwaan yang menggejala secara badani sebagai gangguan tubuh. Reaksi fisik terhadap perasaan gelisah biasanya berbentuk gangguan pencernaan, sakit kepala, gatal-gatal pada kulit, sakit pinggang, dll..

Secara sosiologis, penderita luka batin sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik dalam keluarga, pekerjaan, gereja, maupun lingkungan sosial lainnya. Salah satu gejalanya adalah ia cenderung menarik diri dan antisosial, yang ditandai dengan beberapa hal, yakni: tidak punya rasa tanggung jawab, menyalahkan diri sendiri, dan kecenderungan narsisme (perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan). Dampak secara teologis, orang yang terluka batinnya akan memandang Tuhan sebagai Allah yang tidak adil dan membiarkan dirinya mengalami segala peristiwa menyakitkan. Gambaran dirinya terhadap Bapa Surgawi juga menjadi rusak karena memiliki pengalaman traumatis dan menyakitkan dari ayahnya di dunia.

Seseorang yang mengalami luka batin karena dikejar oleh perasaan bersalah, tidak akan memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Hubungannya akan senantiasa ditandai dengan rasa takut. Bagi penderita karena penolakan, akan memandang Allah sebagai Pribadi yang Mahasuci dan tidak sudi menerima dirinya yang kotor. Agar diterima Allah, ia berusaha sebanyak mungkin melakukan kegiatan yang dianggapnya menyenangkan hati Tuhan. Jika ia merasa gagal, ia merasa Allah telah menolaknya. Tentu konsep yang salah akan pribadi Allah akan menghambat pertumbuhan rohani dan kedewasaan iman.

Diambil dari:

Judul tabloid : Keluarga, Edisi 40, Tahun II -- 2008
Penulis : Fendy
Penerbit : PT. Anugerah Panca Media, Surabaya
Halaman : 6