Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Lillian Dickson

Kita pergi ke tempat yang paling membutuhkan kita. Kita hidup hanya sekali saja." Lillian LeVesconte menulis kata-kata mengagumkan itu untuk calon suaminya, Jim Dickson, setelah ia menerima surat dari tunangannya tentang pilihan-pilihan mereka setelah menikah. Oleh karena itu, mereka pergi ke Taiwan, dan menikmati perjalanan mereka dari Pasifik ke Shanghai pada pertengahan tahun 1927. Dari sana mereka melanjutkan perjalanan menuju Selat Taiwan, lalu mendarat di Taiwan. Mereka sampai di Taipei setelah perjalanan kereta selama 10 jam, kemudian mereka melanjutkan perjalanan 24 km ke arah barat laut menuju Tamsui (Danshui), tempat rumah misi mereka berada. Lilian rindu pulang ke Amerika Serikat selama 7 tahun pertama di sana. Namun, setelah itu, ia tanpa pamrih mencurahkan segala kekuatannya dan tenaganya; ia bertahan melalui angin topan, banjir dan pengeboman saat perang. Kemudian, ia mendirikan beberapa rumah sakit, panti asuhan, sekolah dan gereja, dan memenuhi "kebutuhan yang lebih besar".

Pada awal pernikahan mereka, Lillian dan Jim memunyai dua anak yang kemudian meninggal dan dikuburkan di pulau itu. "Dua dari lima anak para misionaris di Tiongkok meninggal," ujar dokter yang berusaha menenangkan Lillian.

"Saya telah kehilangan kedua anak saya," ujar Lillian dengan sedih. "Selanjutnya semoga saya bisa merawat anak-anak saya yang berikutnya." Pakaian-pakaian bayi itu masih disimpan di lemari ketika Ronald lahir dengan selamat pada tahun 1931. Satu tahun kemudian, adik perempuan Ronny, Marilyn, juga lahir dengan sehat.

Jim Dickson adalah kepala sekolah dari sekolah menengah yang besar di Tamsui dan kemudian menjadi kepala perguruan tinggi teologi. Namun, dalam setiap kesempatan, setelah mendapat izin dari Jepang, ia pergi ke pegunungan untuk melakukan tugas penginjilan. Selain itu, ia juga menyelenggarakan berbagai macam konferensi dan pertemuan misionaris di pos Dickson. Sering kali ada sekitar 60 orang yang perlu diberi makan tiga kali sehari, selain para murid sekolah yang sering tinggal pada waktu jam makan. Dan ketika seseorang bertanya kepada Lillian, "Apa tugas Anda selama konferensi?", ia diam sejenak, lalu menjawab, "Saya adalah istri dari pengurus rumah ini." Di luar pelayanan misi mereka, Lillian tetap sibuk dan juga mengasuh serta mengajar anak-anaknya.

Pada tahun 1940, polisi rahasia Jepang mengawasi setiap gerakan keluarga Dickson. Mereka pun diperintahkan untuk pergi. Waktu itu, Taiwan merupakan pusat yang penting di Pasifik Selatan. Kemudian, mereka kabur ke Hawaii, menyelinap ke Pearl Harbor saat Hari Ucapan Syukur (Thanksgiving) pada tahun 1941. Jim segera memperingatkan para polisi Amerika bahwa Jepang tidak dapat dipercaya. "Saya telah hidup bersama mereka. Saya tahu bagaimana cara berpikir mereka, apa yang mereka pikirkan. Mereka akan berperang dengan Amerika dan menang." Mereka hanya mendengarkannya, dan setelah Jim selesai bicara, mereka berkata, "Terima kasih telah datang."

Keluarga Dickson langsung meninggalkan tempat itu sebelum hari bersejarah, 7 Desember 1941; ketika Jepang menyerang Pearl Harbour. Jim dan Lillian menitipkan anak-anak mereka pada saudara mereka di Amerika Serikat ketika mereka ke Kanada untuk memberikan laporan kepada dewan misi di Toronto. Dewan misi mengutus mereka ke Guiana Britania (sekarang Guyana); dan 5 tahun terpenting bagi anak-anak mereka dihabiskan di sana. Saat mempelajari negara itu, Lillian berkata kepada Jim, "Daerah ini tampak seperti negara yang dipenuhi hutan belantara dan gelap, sangat tidak beradab." Mereka tiba di negara perkebunan yang memiliki pekerja perkebunan sebanyak tiga sampai sepuluh ribu orang. Pekerja yang datang dari India Timur kebanyakan beragama Hindu atau Muslim.

Lima tahun kemudian, mereka kembali ke Taiwan dan menjumpai diri mereka berhadapan dengan orang-orang komunis. Taiwan sudah menjadi provinsi dari Republik Tiongkok. Di Taipei, di mana-mana terdapat kerusakan yang disebabkan oleh bom. Untungnya, tidak ada bom yang jatuh di kamp misi. Ini sangat berisiko dan berbahaya; mereka berada dalam hukum perang. "Tapi sekarang kita punya kebebasan dalam beragama," kata Lillian mengingatkan suaminya. "Sesuatu yang tidak kita dapatkan saat dijajah oleh Jepang."

Lillian rindu memberikan kontribusi dalam pekerjaan mereka. "Saya telah mengatur pekerjaan Martha dalam diriku, tapi saya juga ingin melakukan pekerjaan Maria."

"Lakukanlah!" kata Jim, dengan senyum yang menyemangati. Sejak saat itu semangat kerja Lillian tidak terhentikan sehingga ia mendapat julukan "Typhoon Lil" (Angin Topan Lil). Di sekelilingnya, ia menyaksikan kemiskinan yang menyedihkan, penyakit lepra, pemburu kepala manusia, penyakit TBC, penjualan gadis-gadis kecil untuk pelacuran -orang-orang yang tidak lagi memunyai harapan hingga ia memberikan harapan itu kepada mereka -dan korupsi di pemerintahan. Suatu saat seseorang berkata padanya, "Kapankah proyek-proyekmu akan berhenti?"

"Mengapa harus berhenti?" tanya Lillian. "Apakah kita mengira Tuhan bisa menyediakan 2 dolar untuk kita namun tidak 3 dolar? Ataukah, ketika kita menyaksikan seorang anak yang lapar atau sakit, Dia akan berkata, 'Kamu tidak perlu khawatir dengan anak itu -kamu sudah cukup melaksanakan tugasmu.' Apakah setiap kebutuhan, di mana pun juga, berada di luar jangkauan kasih Allah? Dan jika Dia peduli, bukankah kita juga harus turut peduli?"

"Anda tidak bisa menjangkau seluruh dunia!" desak orang-orang.

"Saya tidak bisa," ujar Lillian menyetujui. "Allah bisa."

Lillian tidak pernah belajar berkata tidak untuk orang-orang yang membutuhkan. Karena Allah yang menyediakan uang, kekuatan fisik, dan kemampuan emosional, ia menekankan bahwa persediaan itu akan selalu bertambah. Ketika ia mencoba menjelaskan kepada mereka yang terpukau pada apa yang sedang terjadi, ia berkata, "Terkadang saya merasa seolah-olah saya sedang 'didorong' -terkadang menuju masalah, terkadang keluar dari masalah."

Seseorang menanggapinya, "Naluri wanita."

"Atau, ada malaikat di pundakku," ujar Lillian.

Dr. Kenneth L. Wilson tinggal bersama keluarga Dickson di Taipei dan dari ibukota itu ia melakukan perjalanan ke berbagai daerah bersama Lillian untuk menulis kisah hidup Lillian, seperti yang tertulis dalam biografinya "Angel at Her Shoulder" (Malaikat di Bahunya). Kisah yang menggugah ini menceritakan Lillian saat ia bekerja membawa peralatan medis dan makanan untuk ribuan orang di desa-desa terpencil di pegunungan, menolong orang kusta mendapatkan kembali harga diri dan keberanian untuk melanjutkan hidup, menyelamatkan ribuan bayi dan anak-anak, selalu melayani kebutuhan fisik dan rohani dari ribuan orang yang tidak beruntung. Ia mendirikan panti asuhan dan rumah lepra. Ia mengunjungi penjara-penjara. Kemudian, atas dorongan dari Eleanor Doan dari Gospel Light Publishing, yang mengunjungi keluarga Dickson dan menyaksikan sendiri pelayanan mereka, Lillian membentuk sebuah dewan penasihat dan menjadikannya yayasan, yang disebut Mustard Seed, Inc.

"Diperlukan iman," ujar Lillian, "iman seperti biji sesawi. 'Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.' (Matius 17:20)."

Selain itu, Lillian juga mengatur sebuah klinik berjalan. Dalam setiap perjalanan mereka, dokter-dokter menemukan lusinan kasus TBC. Sebenarnya, mereka dapat tertolong dengan istirahat yang cukup, kebersihan yang layak dan nutrisi yang baik; namun, hal ini sulit bagi orang pegunungan. Lillian mendatangi kantor organisasi American Aid untuk meminta saran. Mereka berkata kepadanya, "Masalah ini sebesar lautan. Apa pun yang Anda lakukan hanyalah seperti menimba air satu ember penuh dari laut tersebut."

"Tapi, karena saya adalah orang Kristen," katanya, "saya akan menimba hingga ember saya penuh." Itulah warisan Lillian Dickson. (t/uly)

Diterjemahkan dari:

  Nama buku : 100 Christian Women Who Changed The 20th Century
  Judul asli artikel : Lillian Dickson
  Penulis : Helen Kooiman Hosier
  Penerbit : Flemming H. Revell, USA, 2002
  Halaman : 252 -254
Tipe Bahan: 
kategori: 

Komentar