Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Mengalami Kasih Setia Tuhan di Tengah Penderitaan -- Sebuah Cerita dari SB, Pakistan

Dinodai, diculik, dijual dalam sebuah perkawinan, bahkan diancam untuk dibunuh. Semua itu adalah sebuah mimpi buruk yang mengerikan bagi seorang perempuan. SB, seorang Kristen di Pakistan yang berusia 40 tahun, harus mengalami penderitaan tersebut sebagai konsekuensi atas iman percayanya kepada Kristus.

Agustus 2010, SB bertemu dengan P dalam perjalanannya menuju ke tempat ia bekerja. P menyelidiki di mana ia bekerja dan kemudian membawanya kepada dua laki-laki di dalam mobil. Mereka menawarkan pekerjaan kepadanya dengan gaji dua kali lipat. Inilah awal dari penganiayaan yang dialami.

Saat ia merasa seluruh dunia melupakannya, SB mengalami kasih setia Tuhan dengan cara yang ajaib dalam hidupnya. Ia mengalami banyak kesakitan, ia dirantai di sebuah pohon. Ia berdoa terus-menerus dan memohon pada Tuhan untuk menolongnya. Suatu saat, ketika ia mengangkat wajahnya saat berdoa, ia melihat tanda salib di langit. Hal itu sangat menenteramkan hatinya dan ia merasakan kuasa tangan Allah membebaskannya dari segala kesakitan.

Para penculik memaksanya untuk kembali ke iman lamanya, ia dipaksa untuk mengucapkan doa pengakuan, namun di dalam hatinya ia tetap berdoa meminta pertolongan Yesus. Menurut kesaksian SB para penculiknya sudah empat kali berencana membunuhnya, namun selalu tidak terlaksana. Lagi-lagi SB mengalami perlindungan dan kasih setia Tuhan dalam penderitaannya.

Pada tanggal 7 Maret 2011 SB dibebaskan karena kasih setia Tuhan dan kegigihan M (ayahnya) dengan meminta keadilan dari CDN -- sebuah afiliasi hak asasi manusia dari Eropa untuk hukum dan keadilan. M bersaksi pada CDN bahwa ia terus berdoa dan memohon bantuan Tuhan karena ia tidak memiliki uang untuk membayar tebusan. Bahkan, ia hanya memiliki uang 100 rupee (kurang dari U$D 2) sehari sebelum batas akhir penyerahan tebusan.

SB mengatakan ada sepuluh wanita lain di tempat ia disandera. Beberapa dari mereka tangan atau kakinya dipatahkan karena mereka menolak dinikahkan secara paksa. Di sana juga ada satu wanita dari Bangladesh yang sudah kehilangan harapan untuk pulang saat usianya mencapai 60 tahun di tempat penyanderaan.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buletin : Frontline Faith, Edisi Mei -- Juni 2011
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : Yayasan Open Doors Indonesia, Jakarta 2011
Halaman : 6

Komentar