Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Wanita

Tuhan Yesus dan Kesetaraan Gender pada Awal Masehi!

Ditulis oleh: Ade Tanesia Pandjaitan

"Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42)

Ini adalah penggalan sebuah kisah di dalam perjanjian baru Alkitab. Kisah yang sangat saya sukai dan rasanya tidak bosan dibaca berulang kali. Kisahnya begini... suatu waktu, Yesus berkunjung ke rumah keluarga Lazarus, marta, dan Maria. Menerima kedatangan rombongan Sang Kristus dan kedua belas murid-Nya tentu sangat menyibukkan keluarga ini. Marta, sebagai perempuan, sibuk menyiapkan makanan dan minuman, melayani para tamu. Akan tetapi, ia sendiri saja, Maria, saudaranya justru ikut berdiskusi dan mendengarkan perkataan-perkataan Tuhan Yesus.

Hal ini membuat hati Marta sebal, dan ia pun berkata kepada Kristus, "sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku." (Lukas 10:40). Yesus memberikan jawaban yang sangat menarik buat saya, Ia berkata "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42)

Bagi Kristus, perempuan juga punya hak untuk memperoleh ilmu, pengetahuan, serta kebijaksanaan. Bahkan itu semua lebih bernilai daripada pekerjaan rumah tangga.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Untuk saya, jawaban Yesus menggambarkan bagaimana Dia memandang peran perempuan. Tidak seperti kultur di zamannya, yang menempatkan perempuan pada urusan domestik saja, Yesus justru mengatakan bahwa urusan domestik bukanlah yang terpenting. Untuk-Nya, yang lebih penting adalah duduk bersama, berdiskusi, dan mendengarkan Dia. Pastinya laki-laki di masa itu tidak pernah berpikir bahwa perempuan berhak untuk ikut dalam diskusi, menimba ilmu, dan belajar. Perempuan hanya identik dengan pekerjaan domestik, memasak di dapur, melayani suami dan anak, dan lain-lain. Bagi Kristus, perempuan juga punya hak untuk memperoleh ilmu, pengetahuan, serta kebijaksanaan. Bahkan itu semua lebih bernilai daripada pekerjaan rumah tangga. Pada titik inilah, 2000 tahun yang lalu, Ia sudah mempunyai visi kesetaraan gender yang sebenarnya bersumber pada keadilan dan anti penindasan terhadap perempuan.

Kemudian peristiwa lain yang menunjukkan keberpihakan-Nya pada perempuan adalah peristiwa seorang perempuan pelacur yang hendak dilempari batu oleh masyarakat. Digambarkan serombongan laki-laki sedang mengejar perempuan itu sambil membawa batu-batu besar. Tradisi di kawasan Timur Tengah, yang sampai saat ini di beberapa tempat masih berlaku, perempuan yang kedapatan berzinah bisa dirajam atau dilempari batu hingga mati. Aku bisa membayangkan bahwa perempuan itu menganggap hidupnya hampir berakhir, tinggal menunggu waktu saja. Lalu perempuan itu dibawa ke hadapan Kristus. Ia pun tersungkur sambil menangis. Kristus hanya diam saja. Ia duduk sambil menuliskan sesuatu di tanah dengan tangan-Nya. Sejumlah pemimpin agama mengatakan "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" (Yohanes 8:4-5). Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepadaNya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yohanes 8:6-7).

Akan tetapi, setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (Yohanes 8:9-11) setelah membaca kisah ini, saya membayangkan Ia dengan tenang-Nya membuat keputusan yang menjungkir balikkan nilai-nilai yang ada di masa itu. Bisa dibayangkan perasaan perempuan itu. Untuk pertama kalinya ia merasa dihargai, dikasihi, dan diselamatkan dari maut. Perasaan yang sama ini pula yang saya rasakan ketika saya berhadapan dengan Kristus. Kisah ini pula yang telah membuat saya memutuskan untuk mengikuti Dia selama hidupku.

Gambar: Maria dan Marta

Dua ribu tahun yang lalu, Dia telah merombak tatanan nilai masyarakat-Nya mengenai perempuan. Perempuan yang kedudukannya lebih rendah, yang tidak punya akses untuk keputusan publik, yang pekerjaannya hanya di dapur dan urusan rumah tangga, telah dirombak menjadi perempuan yang sangat dihargai, diberikan tempat yang terhormat dalam masyarakat. Dalam pernikahan pun, Ia memerintahkan agar laki-laki menghargai perempuan. Ia tidak menghendaki perceraian, apalagi poligami, dengan mengatakan "Yang telah disatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia." Semuanya dikatakan-Nya dengan tegas, artinya Ia tidak mengurangi cara pikir-Nya dengan takaran nilai budaya yang ada di zaman-Nya, misalnya dengan masih memaklumi perceraian tetapi hanya memperhalus alasan-alasannya atau membiarkan poligami dan hanya mengurangi jumlah perempuan yang boleh dinikahi. Ia tidak berkata tentang perdamaian, tetapi di satu sisi tetap berperang untuk mempertahankan pendapat-Nya. Dengan kata lain, Ia melawan total setiap ketidakadilan dalam sebuah kultur masyarakat. BagiNya, kalau tidak katakan tidak, dan kalau ya katakan ya.

Download Audio

Taxonomy upgrade extras: